Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kolombia Di Tengah Badai Covid-19 Dan Aksi Demo: Lebih Banyak Orang Menjadi Miskin Dan Ketakutan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 08 Mei 2021, 11:41 WIB
Kolombia Di Tengah Badai Covid-19 Dan Aksi Demo: Lebih Banyak Orang Menjadi Miskin Dan Ketakutan
Petugas polisi anti huru hara di Bogotá, Kolombia, pada kerusuhan 5 Mei 2021/Net
rmol news logo Kolombia menghadapi kerusakan karena pandemi Covid-19 yang membuat negara itu semakin jatuh dalam jurang kemiskinan. Teror pandemi telah mencengkeram negara itu. Namun, seperti yang dikatakan salah seorang perawat di Siloe, Kota Cali, bahwa teror yang sebenarnya adalah pemerintah itu sendiri.

“Saya telah melihat virus ini secara langsung, saya tahu apa yang bisa dilakukannya, dan saya tahu bagaimana melindungi diri saya dari itu,” kata Reyes, perawat di Siloe. “Tapi teror sebenarnya adalah pemerintah Kolombia.”

Banyak orang yang kehilangan, bukan saja kehilangan mata pencarian, tetapi juga kehilangan anggota keluarga. Siloe, Cali, dalam dua pekan ini telah menjadi pusat kebrutalan tindakan aparat terhadap aksi protes.

Protes yang dimulai sejak 28 April karena reformasi pajak, dengan cepat berubah menjadi kekerasan. Selama dua miggu jalan-jalan utama di kota itu dipenuhi asap, dan kabar penangkapan serta tndak kekerasan aparat  mendominasi halaman media.

Sebanyak 37 pengunjuk rasa telah tewas di seluruh negeri, menurut lembaga LSM, ratuan luka-luka, dan puluhan orang dinyatakan hilang.

David López, seorang pemimpin komunitas di Siloé, mengatakan, inilahyangterjadi di Kolombia saat ini.

“Ini adalah Centro Democrático Kolombia,” katanya, mengacu pada partai milik Presiden Iván Duque. “Sebuah negara di mana orang-orang semakin miskin dan mereka tidak tahan lagi.”

Kolombia adalah negara yang timpang. Covid-19, yang telah merenggut lebih dari 75.000 nyawa dan terus merusak kesehatan masyarakat, menambah ketimpangan antara si kaya dan si miskin.

Elizabeth Dickinson, peneliti di International Crisis Group (ICG), sebuah lembaga thinktank mengatakan, kesenjangan begitu terlihat antara kemapanan politik dan kemiskinan yang ada di jalan-jalan di negara itu.

“Ini hampir seperti mereka berada di dua planet yang berbeda dan berbicara melewati satu sama lain,” katanya seperti dikutip daro The Guardian.

Di tengah penguncian Covid-19 yang pajang, jumlah orang Kolombia yang hidup dalam kemiskinan ekstrem betambah menjadi 2,8 juta orang pada tahun lalu. Kain merah digantung di luar rumah, sebagai tanda putus asa bahwa mereka yang di dalam sedang sangat lapar.

Orang-orang yang semakin miskin itu menjadi lebih mudah sakit. Mereka yang dari lingkungan termiskin 10 kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit atau meninggal karena Covid-19, daripada mereka yang dari lingkungan orang kaya, kata Reyes si perawat.

“Tingkat kesulitan ekonomi sangat besar,” kata Dickinson. “Seperti bagian Amerika Latin lainnya, Kolombia telah dilanda pandemi dan sebagai akibatnya kami harus menjalani satu tahun penguncian terus-menerus - dan siapa wajah penerapan penguncian tersebut? Itu polisi.  

Hubungan antara polisi dan penduduk Kolombia semakin memburuk selama setahun di mana petugas diberdayakan untuk menangkap orang-orang yang melanggar protokol kesehatan dan menjatuhkan denda karena tidak mengenakan masker atau minum alkohol di depan umum dengan benar.

Kemudian berturut-turut ketika polisi menangkapi para pendemo, menjadi semakin buruk hubungan penduduk dengan polisi.

Aksi demo selama dua minggu ini, polisi melemparkan gas air mata, mengasapi pendemo layaknya serangga, dan memukul mereka hingga terluka beat bahkan meninggal.

“Betapa sulitnya ketakutan yang kami rasakan saat malam tiba di Kolombia,” tweet Fernando Posada, seorang ilmuwan politik di Universitas Los Andes di Bogotá. “Takut akan kekerasan, kebiadaban, rasa sakit. Dan takut bangun keesokan paginya dan membaca laporan mengerikan dari malam yang berlalu. Negara ini memilukan."

Tanggapan keras pemerintah dalam setiap aksi demo adalah merugikan mereka sendiri.  

"Kelas pekerja adalah mesin Kolombia,” katanya. "Jika mereka membunuh kita semua, mereka tidak akan punya apa-apa." rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA