Diketahui bahwa gelombang protes terjadi setelah pemerintahan Presiden Kolombia Ivan Duque mengusulkan rencana kenaikan pajak pada 28 April lalu. Sejumlah warga yang menentang usulan itu pun melakukan aksi protes. Menanggapi hal tersebut, pemerintah pun segera menarik kebali usulan itu.
Namun aksi protes tidak serta merta surut, malah justru semakin meluas. Aksi protes berubah menjadi gelombang protes anti-pemerintah. Tidak jarang aksi protes yang terjadi di sejumlah wilayah di Kolombia memicu vandalisme dan kekerasan hingga menyebabkan korban jiwa.
Bukan hanya itu, protes juga diwarnai aksi blokade jalan yang menyebabkan arus barang dan jasa terganggu. Otoritas setempat pun terpaksa menindak tegas agar hal tersebut tidak mengganggu ketertiban masyarakat.
Pemerintah Kolombia sejauh ini mengkonfirmasi 17 kematian warga sipil dan dua petugas polisi yang terkait dengan protes tersebut.
Bahkan dalam sebuah aksi unjuk rasa besar-besaran Jumat pekan lalu di kota Cali, setidaknya 13 orang tewas dalam satu hari.
Gelombang protes yang terus berkebang membuat banyak warga Kolombia lainnya resah. Mereka pun melakukan aksi damai dengan cara turun ke jalanan ibukota. Mereka mengenakan pakaian putih dan mengibarkan bendera putih sebagai tanda damai untuk mendorong agar gelombang protes dan blokade jalan segera dihentikan.
"Mereka (penghalang jalan) menyandera kota-kota. Mereka menghentikan perekonomian," kata salah seorang pengunjuk rasa bernama Patricia Gonzalez yang ikut aksi damai itu, kepada
Reuters.
Banyak dari mereka yang resah karena blokade jalan telah menyebabkan kekurangan makanan dan persediaan di beberapa bagian negara.
Di antara para pengunjuk rasa tersebut banyak yang mengapresiasi kinerja aparat kepolisian yang bertindak tegas dalam menangani aksi protes berujung kekerasan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: