“Itu berarti korban pemerkosaan, penyerangan seksual atau pemerasan,†kata Herman Bolhaar, Pelapor Nasional untuk Perdagangan Manusia dan Kekerasan Seksual Terhadap Anak kepada media lokal, seperti dikutip dari
NL Times, Selasa (8/6).
“Sekolah, pemerintah dan lembaga perlu berbuat lebih banyak, dan lebih cepat, untuk mencegah kekerasan seksual,†kata Bolhaar.
Menurutnya, pelakunya banyak yang berusia muda, lebih dari seperempatnya adalah anak di bawah umur.
“Banyak anak muda yang tidak tahu apa batasannya, untuk diri sendiri, apalagi untuk orang lain. Sama seperti kita memberikan pelajaran renang kepada anak-anak, program struktural harus diatur seputar tema ini, misalnya di sekolah. Itu harus menjadi nilai tetap dalam pendidikan,†ujarnya.
Dia mengatakan, seperempat dari pelanggaran seks ringan melakukan pelanggaran baru dalam waktu dua tahun.
Menurut Bolhaar, pelanggar tidak dipantau oleh pihak berwenang cukup lama setelah hukuman mereka. Pengadilan dan hukuman mereka juga harus dilakukan lebih cepat.
“Rata-rata, ada 417 hari antara hari kasus diajukan ke Kejaksaan Umum dan putusan dibuat oleh pengadilan,†ujarnya.
Bolhaar juga mengungkapkan, banyak pelaku menjadi korban kekerasan seksual itu sendiri. Ini sering melibatkan kaum muda yang rentan yang sudah memiliki masalah di rumah atau di sekolah.
“Mengidentifikasi masalah ini sejak dini sangat penting dan harus dilakukan dengan lebih baik. Polisi, Kejaksaan, dan pemerintah kota harus mengambil langkah dalam hal ini,†katanya.
Bolhaar juga ingin para pekerja muda lebih terlatih dalam menjadikan kekerasan seksual sebagai topik yang dapat didiskusikan dengan aman.
“Lebih dari separuh korban tidak pernah melaporkan diserang, seringkali karena mereka takut. Ini perlu diubah,†demikian Bolhaar.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: