"Demokrasi berarti debat dan ketidaksepakatan, dan itu sah. Namun, dalam hal apa pun tidak boleh berarti dibarengi dengan kekerasan, agresi verbal dan bahkan lebih sedikit serangan fisik," kata Castex saat berbicara pada Majelis Nasional tak lama setelah peristiwa itu, seperti dikutip dari
BBC.
Presiden Emmanuel Macron telah ditampar wajahnya oleh seorang pria dalam kunjungan resmi ke tenggara Prancis, Selasa (8/6).
Saat berkeliling desa Tain-l'Hermitage di wilayah Drome, Macron melintasi penghalang untuk menyapa seorang pria yang, alih-alih berjabat tangan, malah menampar wajah pria berusia 43 tahun itu.
Sambil menampar Macron, pria itu meneriakkan 'Turunkan Macron-isme' dan 'Montjoie, Saint-Denis' -- sebuah seruan perang Kerajaan Prancis lama, mengacu pada panji Raja Charlemagne.
Pengawal Macron dengan cepat turun tangan dan dua orang ditangkap atas serangan itu.
Pemimpin sayap kiri Jean-Luc Mélenchon mentweet 'solidaritas dengan presiden' segera setelah peristiwa tamparan itu.
Dan pemimpin sayap kanan Marine Le Pen memposting kecamannya sendiri, dengan mengatakan bahwa debat demokrasi bisa saja sengit, tapi itu tidak pernah bisa mentolerir kekerasan fisik.
Macron sedang melakukan tur ke Prancis dan baru saja mengunjungi sebuah sekolah hotel di Tain-l'Hermitage sebelum peristiwa itu terjadi. Kunjungan presiden dilakukan jelang pembukaan kembali bar dan restoran Prancis, setelah tujuh bulan ditutup karena pembatasan Covid-19.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.