Muslih ditangkap oleh intelijen polisi karena dicurigai memerintahkan pembunuhan terhadap Ihab al-Wazni, yang ditembak mati oleh orang-orang yang mengendarai sepeda motor menggunakan peredam pada 9 Mei lalu.
Setelah pembebasannya, pemimpin paramiliter itu disambut oleh kelompok Hashed-al-Shaabi yang dikenal pro-Iran di kota suci Syiah Karbala.
"Para hakim telah menegakkan keadilan, mereka telah mengakhiri penyelidikan mereka, mengakhirinya dengan pembebasan saya," kata Muslih, seperti dikutip dari
Al-Arabiya, Kamis (10/6).
Di kota yang sama di mana para pendukung Wazni bulan lalu berkumpul di sekitar peti matinya sambil meneriakkan "Iran keluar!", Muslih disambut sebagai pahlawan.
"Qassem telah kembali dengan kemenangan!" memproklamirkan spanduk yang diacungkan oleh pendukung yang melemparkan permen ke udara.
"Ini adalah satu lagi kemenangan bagi Hashed melawan mereka yang menargetkannya di sini dan di luar negeri," kata Saad al-Saadi, seorang pejabat Hash di Karbala.
Namun sumber resmi pemerintah mengecam keputusan untuk membebaskan Muslih.
"Pemerintah memberikan semua bukti yang ada, tetapi hakim memutuskan untuk membebaskannya karena tekanan yang diberikan kepada mereka," kata sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu.
Muslih adalah kepala milisi PMU di provinsi Anbar. PMU adalah sekelompok milisi Syiah yang sebagian besar didukung oleh negara tetangga Iran, yang dianggap Amerika Serikat sebagai ancaman terbesar bagi keamanan di Timur Tengah.
Dia adalah pejabat tinggi pertama di kelompok berkuasa yang ditangkap terkait gelombang pembunuhan aktivis dan jurnalis pro-demokrasi yang dimulai pada 2019.
Aktivis pro-demokrasi sering digambarkan sebagai kaki tangan asing oleh faksi pro-Iran yang kuat di Irak.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: