Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Filipina Tidak Akan Patuhi Penyelidikan Independen ICC Soal Dugaan Pelanggaran HAM Duterte Dalam Perang Narkoba

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 16 Juni 2021, 07:13 WIB
Filipina Tidak Akan Patuhi Penyelidikan Independen ICC Soal Dugaan Pelanggaran HAM Duterte Dalam Perang Narkoba
Presiden Rodrigo Duterte/Net
rmol news logo Juru Bicara Kepresidenan Filipina Harry Roque memastikan bahwa Presiden Rodrigo Duterte tidak akan mematuhi penyelidikan independen yang dipimpin oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap upaya kontroversial pemerintahannya untuk menindak obat-obatan terlarang antara 2016 dan 2019.

Dalam pernyataannya pada Selasa (15/6)), Roque menyebut keputusan ICC untuk meluncurkan penyelidikan skala penuh atas pembunuhan itu adalah salah secara hukum dan bermotivasi politik.

Pernyataan Roque datang setelah kepala jaksa ICC Fataou Bensouda, yang mengundurkan diri pada hari Selasa setelah menyelesaikan sembilan tahun masa jabatannya, mengatakan bahwa dia memiliki dasar yang masuk akal untuk percaya bahwa telah terjadi kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembunuhan di Filipina antara 1 Juli 2016 dan 16 Maret 2019.

Dia juga mengatakan bahwa informasi yang dikumpulkan dalam penyelidikan awal menunjukkan bahwa anggota Kepolisian Nasional Filipina, dan pihak lain yang bertindak bersama dengan mereka, secara tidak sah telah membunuh beberapa ribu dan puluhan ribu warga sipil selama waktu itu.

Penyelidikan awal dilakukan pada Februari 2018 . Sekarang, Bensouda sedang mencari otorisasi untuk penyelidikan skala penuh dari pengadilan.

Menanggapi itu, Roque mengatakan bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi untuk melakukan penyelidikan sejak Filipina menarik diri dari pengadilan pada Maret 2019.

"Kami tidak membutuhkan orang asing untuk menyelidiki pembunuhan dalam perang narkoba karena sistem di Filipina bekerja," kata Roque, mengutip vonis petugas polisi tahun 2019 atas pembunuhan Kian delos Santos yang berusia 17 tahun pada 2017, seperti dikutip dari DW.

Filipina secara resmi keluar dari pengadilan pada Maret 2019, menjadi negara kedua yang melakukannya setelah Burundi.      

Sementara menurut perjanjian ICC, penarikan negara anggota tidak mempengaruhi kerja sama dengan Pengadilan sehubungan dengan investigasi kriminal dan proses sehubungan dengan penarikan itu.

Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menerbitkan sebuah laporan pada Juni 2020,  berdasarkan catatan pengadilan dan polisi, serta wawancara dengan para korban dan saksi, di mana laporan itu merinci pelanggaran hak asasi manusia yang meluas dan impunitas yang terus-menerus di Filipina.

Fokus keras pemerintah dalam memerangi obat-obatan terlarang menyebabkan banyak kematian, penahanan sewenang-wenang dan penindasan perbedaan pendapat, kata laporan itu.

"Angka resmi menunjukkan bahwa lebih dari 8.600 orang telah tewas, meskipun beberapa perkiraan menyebutkan jumlah sebenarnya lebih dari tiga kali lipat," tulis laporan itu. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA