Unjuk rasa terjadi setelah seorang aktivis, Nizar Banat yang merupakan pengkritik Presiden Mahmoud Abbas meninggal karena kekerasan aparat.
Banat ditangkap oleh pasukan PA yang masuk ke rumah kerabat tempat ia tinggal pada Kamis dini hari (24/6). Setelah itu pasukan memukulnya sebelum menangkapnya.
Kematian Banat kemudian memicu aksi protes selama tiga hari di Tepi Barat, menuntut penyelidikan, seperti dilaporkan
Reuters.
Warga berkumpul di jalan-jalan sembari mengibarkan bendera Palestina dan gambar Banat, menyerukan diakhirinya pemerintahan Abbas yang sudah bertahan selama 16 tahun.
"Kami menginginkan reformasi politik total yang benar-benar mencerminkan kepentingan rakyat," kata pengunjuk rasa Esmat Mansour.
Lalu pada Sabtu (26/6), petugas keamanan Palestina dikirim ke tempat kejadian untuk pertama kalinya.
Para petugas, beberapa mengenakan perlengkapan anti huru hara, beberapa berpakaian preman, bentrok dengan pengunjuk rasa. Tidak ada angka resmi tentang berapa banyak orang yang ditangkap atau terluka.
Saksi mata mengatakan petugas menembakkan gas air mata dan menggunakan pentungan untuk memukul pengunjuk rasa dan juga wartawan.
Jurubicara dinas keamanan PA, Talal Dweikat, mengatakan komite yang menyelidiki kematian Banat telah memulai pekerjaannya dan mendesak masyarakat untuk menunggu hasilnya.
Banat merupakan seorang aktivis sosial berusia 43 tahun. Ia menuduh Abbas melakukan korupsi, termasuk atas pertukaran vaksin Covid-19 dengan Israel bulan ini dan penundaan pemilu.
Banat diketahui telah terdaftar sebagai calon anggota parlemen untuk pemilu legislatif yang seharusnya digelar pada Mei lalu.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: