Reaksi marah ini muncul dari pemerintah Khan sebagai tanggapan atas laporan yang dirils oleh Reporters Without Borders (RSF) yang berbasis di Paris pada awal pekan ini berjudul
"Press freedom predators gallery - old tyrants, two women and a Europeanâ€.
Menurut RSF, sejak Khan menjabat sebagai perdana menteri di Pakistan, kasus penyensoran semakin masif terjadi, seperti distribusi surat kabar terganggu, outlet media diancam dengan penarikan iklan dan sinyal saluran TV macet.
“Wartawan yang melewati garis merah telah diancam, diculik dan disiksa,†begitu kutipan dri laporan RSF.
Menanggapi laporan itu, Kementerian Informasi Pakistan dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pemerintah Khan percaya pada kebebasan berekspresi dan independensi media.
Dalam pernyataan itu, pihak kementerian juga mengatakan bahwa sangat mengejutkan RSF melompat pada kesimpulan bahwa media di Pakistan berada di bawah tindakan sensor kejam oleh pemerintah Khan.
"(Pemeirntah) telah mengambil semua langkah yang memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi jurnalis untuk melakukan kewajiban profesional mereka," begitu bunyi keterangan tersebut.
“Tampaknya laporan yang dikeluarkan (RSF) adalah upaya untuk memfitnah wakil rakyat Pakistan yang terpilih, tanpa bukti yang menguatkan,†kata kementerian itu, seperti dikabarkan
Al Jazeera (Rabu, 7/7).
Pihak kementerian juga menambahkan bahwa mereka berharap pengawas di masa depan akan menghindari jurnalisme yang tidak bertanggung jawab seperti itu.
Sebenarnya isu kebebasan pers di Pakistan selama masa pemerintahan Khan bukan baru kali ini mengundang sorotan internasional.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2020 lalu, Pakistan berada di peringkat kesembilan pada Indeks Impunitas Global tahunan Komite untuk Melindungi Jurnalis, yang menilai negara-negara di mana jurnalis dibunuh secara teratur dan pembunuh mereka dibebaskan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: