Mereka mengatakan penghancuran rumah-rumah Palestina sebagai hukuman bisa memperburuk ketegangan dan melemahkan upaya untuk memajukan solusi dua negara yang dinegosiasikan.
"Rumah seluruh keluarga tidak boleh dihancurkan karena tindakan satu individu," kata Kedutaan AS di Yerusalem dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari
AFP.
Menanggapi itu, sebuah sumber di kantor Perdana Menteri Naftali Bennett mengatakan bahwa perdana menteri mengambil keputusan tersebut demi keamanan israel dan perlindungan warga di sana. Namun demikian, mereka tetap menghormati Pemerintah AS.
Sebelumnya seorang juru bicara militer Israel mengkonfirmasi bahwa pasukannya telah menghancurkan kediaman teroris (Montasser) Shalabi, di desa Turmus Ayya, timur laut Ramallah pada Kamis (8/7) waktu setempat.
Shalabi (44), ditangkap oleh pasukan Israel pada Mei lalu, setelah dia diduga menembaki penumpang yang menunggu di halte bus di persimpangan Tapuah selatan Nablus di Tepi Barat utara.
Serangan itu menewaskan Yehuda Guetta (19), seorang mahasiswa di sebuah seminari di pemukiman Itamar, dan melukai dua temannya.
Shalabi kemudian ditahan tetapi belum dihukum.
Pembongkaran rumah dan perilaku Israel secara keseluruhan di Tepi Barat yang diduduki kemungkinan akan menyebabkan gesekan antara pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan PM Bennett, yang dikenal sebagai seorang nasionalis garis keras yang sebelumnya menjalankan dewan lobi pemukim Tepi Barat.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: