Demikian yang dikatakan oleh Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa ketika mengunjungi daerah-daerah yang terkena dampak kerusuhan pada Jumat (16/7).
"Yang jelas, semua kerusuhan dan penjarahan ini dilatarbelakangi, ada orang yang merencanakan dan mengkoordinirnya," ujarnya, seperti dikutip
Al Jazeera.
"Kami mengejar mereka, kami telah mengidentifikasi sejumlah besar dari mereka, dan kami tidak akan membiarkan anarki serta kekacauan terjadi di negara kami," lanjutnya.
Pemerintah pada Kamis (15/7) mengatakan telah menangkap salah seorang tersangka yang diduga menjadi penghasut kerusuhan. Sementara 11 orang lainnya dalam pengawasan.
Totalnya, ada 2.203 orang yang ditangkap selama kerusuhan karena berbagai pelanggaran, termasuk pencurian.
Dalam kunjungannya, Ramaphosa melihat situasi Kotamadya Ethikwini di provinsi KwaZulu-Natal yang menjadi salah satu daerah yang paling parah dilanda penjarahan. Sedikitnya 117 orang tewas, beberapa ditembak dan lainnya tewas dalam penjarahan.
Ramaphosa mengakui, pemerintahannya telah lambat mengatasi kerusuhan, seharusnya pihaknya bisa bertindak "lebih cepat" untuk mencegah kerusuhan .
Kerusuhan di Afrika Selatan dipicu oleh pemenjaraan pendahulu Ramaphosa, Jacob Zuma. Ia memulai hukuman 15 bulan penjara karena menolak bersaksi untuk penyelidikan korupsi.
Para pendukung Zuma berhamburan di jalan-jalan, sehari setelah pemenjaraannya. Aksi protes kemudian berubah menjadi kerusuhan dan penjaraan.
Pihak berwenang mengerahkan lebih dari 20 ribu personel tentara untuk membantu polisi menghentikan kerusuhan.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: