Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mengaku Sangat Terluka, Penyintas Sekolah Asrama Indian St. Philip Kanada Tuntut Paus Fransiskus Datang Kunjungi Mereka

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 17 Juli 2021, 12:27 WIB
Mengaku Sangat Terluka, Penyintas Sekolah Asrama Indian St. Philip Kanada Tuntut Paus Fransiskus Datang Kunjungi Mereka
St. Philip's Indian Residential School/Net
rmol news logo Sejumlah penyintas Sekolah Asrama Indian St. Philip mengungkapkan kisah kelam yang mereka akami kepada Uskup Agung Katolik Regina Donald Bolen saat kunjungan ke Cote First Nation di Saskatchewan, Kanada pada Kamis (15/7) waktu setempat.

Kepada Bolen, mereka yang selamat mengungkapkan bahwa pihak gereja telah melakukan pelanggaran terhadap iman mereka sendiri dengan apa yang mereka lakukan.

"Gereja akan runtuh," kata salah satu korban, seperti dilaporkan Canadian Broadcasting Corporation.

"Kami tidak membutuhkan gereja. Kami membutuhkan budaya kami," ungkapnya.

Sekitar 150.000 anak-anak pribumi diambil paksa dari keluarga mereka dan dimasukkan ke sekolah-sekolah asrama sejak 1820-an. Tujuannya adalah untuk menanamkan budaya orang kulit putih kepada mereka.

Sekitar 4.000 meninggal karena penyakit, kekurangan gizi dan penganiayaan sebelum akhirnya sekolah-sekolah tersebut ditutup pada tahun 1996. Banyak yang dimakamkan di kuburan tak bertanda, sekitar 1.308 jenazah telah dikubur di empat lokasi bekas sekolah asrama itu sejak akhir Mei.

Para tetua Cote First Nation meminta gereja untuk menghapus sebuah plakat di sekolah asrama  St. Philip di dekatnya, yang beroperasi dari tahun 1928 hingga 1969. Plakat itu disumbangkan bertahun-tahun yang lalu oleh seorang guru musik yang telah meninggal yang dituduh menganiaya sekitar 70 anak di sekolah tersebut.

Awal pekan ini gereja memenuhi keinginan para tetua dan Bolen saat itu mengatakan dia akan mengunjungi Cote First Nation, yang terletak sekitar 170 mil timur laut Regina, ibu kota provinsi Saskatchewan.

Para penyintas juga menuntut gereja membayar 25 juta dolar AS yang dijanjikan kepada mereka pada tahun 2005 sebagai bagian dari ganti rugi atas pelecehan yang mereka derita, dan juga melepaskan semua catatan yang berkaitan dengan sekolah asrama.
'
Paus Fransiskus telah setuju untuk bertemu dengan para pemimpin Pribumi di Vatikan pada bulan Desember, para penyintas menuntut Paus datang ke Kanada untuk meminta maaf. Untuk diketahui, sekitar 60 persen sekolah pernah dijalankan oleh organisasi Gereja Katolik.

"Kami tidak meminta," kata salah satu korban selamat.  

"Kami menuntut Paus datang ke sini. Kami menuntut gereja melakukan apa yang benar. Mengapa kami selalu dipaksa untuk meminta gereja melakukan apa yang benar? Ya ampun. Kami terluka," ujarnya.

Bolen mengatakan dia memahami rasa sakit para penyintas.

"Kami tahu sekolah membawa Anda jauh dari keluarga Anda. Kami tahu Anda sedang dalam perjalanan penyembuhan yang panjang. Kami ingin berjalan bersama Anda dan membantu dengan cara apa pun yang kami bisa," kata Bolen.  

"Permintaan maaf bukanlah titik akhir - itu adalah titik awal," ujarnya.

Sekolah Asrama Indian St. Philip bukanlah yang pertama, sebelumnya beberapa sekolah asrama lainnya juga mengajukan tuntutan  atas penemuan kuburan massal di pekarangan sekolah masing-masing. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA