Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bangladesh Cabut Lockdown Jelang Idul Adha, Pakar Medis Cemas Lonjakan Kasus Covid-19

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Senin, 19 Juli 2021, 19:24 WIB
Bangladesh Cabut <i>Lockdown</i> Jelang Idul Adha, Pakar Medis Cemas Lonjakan Kasus Covid-19
Orang-orang berbelanja di pasar menjelang Idul Adha di Dhaka, Bangladesh pada 16 Juli 2021/Net
rmol news logo Jelang Hari Raya Idul Adha, otoritas Bangladesh memutuskan untuk mencabut aturan pembatasan. Hal tersebut mengundang kekhawatiran dari sejumlah pihak akan kemungkinan lonjakan kasus Covid-19.

Diketahui bahwa negara tersebut menerapkan lockdown demi mengerem laju penularan virus corona yang semakin agresif sejak 1 Juli lalu. Hampir semua sektor ditutup atau dibatasi ketat operasionalnya, mulai dari transportasi massal hingga pasar.

Bukan hanya itu, demi memantau penerapan lockdown, tentara dan penjaga perbatasan pun dikerahkan untuk berpatroli di jalan-jalan dan menangkap ribuan orang yang melanggar aturan penguncian.

Meski begitu, kasus baru Covid-19 di Bangladesh tetap tinggi dengan sekitar 11 ribu kasus infeksi harian serta jumlah kematian berkisar 200 orang setiap harinya.

Pada Minggu (18/7), tercatat ada 225 kematian dan 11.758 infeksi yag dilaporkan dilaporkan.

Akan tetapi, di tengah lonjakan kasus yang masih terus terjadi, pemerintah Bangladesh pekan lalu mengumumkan bahwa mulai 15 Juli hingga 23 Juli, semua pembatasan akan dicabut dan semuanya akan dibuka kembali sehingga orang dapat merayakan Idul Adha.

"Tetapi, dalam semua situasi orang harus tetap waspada, menggunakan masker wajah dan mengikuti instruksi kesehatan dengan ketat," begitu pernyataann yang dikeluarkan oleh pemerintah Bangladesh, seperti dikabarkan Channel News Asia (Senin, 19/7).

Pelonggaran pembatasan itu menyebabkan orang-orang kembali keluar rumah dan memadati sejumlah tempat, seperti mal, pasar untuk berbelanja keperluan Idul Adha. Selain itu banyak juga yang memadati pelabuhan dan terminal bus untuk pulang ke kampung halaman mereka.

"Karena pemerintah telah melonggarkan situasi selama beberapa hari, kami datang ke pasar untuk membeli barang-barang yang diperlukan. Kami mencoba mengikuti pedoman keselamatan kesehatan," kata salah seorang warga yang datang ke pasar untuk membeli keperluan Idul Adha.

Situasi ini mengundang kekhawatiran dari banyak pakar kesehatan, salah satunya adalah Ahmed.

Kepada Associated Press, Ahmed mengatakan bahwa dia melihat risiko utama dari penangguhan penguncian karena orang-orang dari kota menyebarkan virus ke desa mereka. Selain itu, ada kekhawatiran juga bahwa mereka menyebarkan virus saat mereka berkemas ke pasar untuk berbelanja, terutama pasar ternak di mana banyak orang datang untuk membeli hewan kurban untuk Idul Adha.

“Mungkin ratusan ribu pasar sapi akan diatur di seluruh negeri mulai dari desa terpencil hingga kota, dan penjual sapi dan lainnya yang bergerak di bisnis itu sebagian besar berasal dari pedesaan, dan mungkin mereka akan membawa virus,” jelasnya.

Bukan hanya itu, tidak adanya pembatasan untuk pelaksanaan shalat Idul Adha juga memicu kekhawatiran akan kerumunan dan potensi penularan virus corona yang tinggi.

Ahmed memperkirakan, 30 juta hingga 40 juta orang akan berkumpul untuk shalat di masjid atau lapangan terbuka di seluruh negeri.

“Jemaah Idul Adha akan menjadi acara superspreading,” jelasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA