Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pakar: Keputusan Thailand Dan Indonesia Terkait Sinovac Akan Mengganggu Keberhasilan Diplomasi Vaksin China

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Rabu, 21 Juli 2021, 10:43 WIB
Pakar: Keputusan Thailand Dan Indonesia Terkait Sinovac Akan Mengganggu Keberhasilan Diplomasi Vaksin China
Ilustrasi/Net
rmol news logo Sebagai kawasan yang paling banyak menggunakan vaksin Covid-19 buatan China, Asia menjadi basis utama dari strategi diplomasi vaksin China.

Sehingga munculnya keraguan terhadap vaksin buatan China di kawasan ini akan mengganggu keberhasilan Beijing dalam diplomasi vaksinnya.

Diplomasi vaksin telah digunakan oleh China untuk mengubah narasi fakta bahwa Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, dan mengubur spekulasi bahwa virus corona merupakan kebocoran dari laboratoriumnya.

Sebanyak lebih dari 30 negara telah membeli atau menerima sumbangan vaksin Covid-19 buatan China, baik Sinovac maupun Sinopharm.

Pemerintah Indonesia menjadi salah satu pembeli terbesar, dengan memesan 125 juta dosis vaksin Sinovac. Thailand juga telah menggunakan Sinovac sebagai vaksin utamanya.

Tetapi terjadi perubahan kebijakan di dua negara ASEAN tersebut ketika efektivitas vaksin buatan China semakin dipertanyakan.

Otoritas Thailand mengumumkan, mereka yang telah mendapatkan dosis pertama vaksin Sinovac, akan diberi AstraZeneca untuk dosis kedua.

Sedangkan petugas kesehatan yang telah divaksinasi lengkap dengan Sinovac akan diberikan suntikan booster dengan vaksin berbeda.

Di Indonesia, pemerintah juga mempertimbangkan penggunaan suntikan booster dari vaksin Moderna bagi petugas kesehatan yang sudah divaksinasi Sinovac secara lengkap.

Langkah itu dilakukan setelah ratusan petugas kesehatan yang sudah divaksinasi lengkap dengan Sinovac dinyatakan positif Covid-19, sementara puluhan di antaranya meninggal dunia.

Keraguan terhadap vaksin buatan China kian berkembang ketika banyak negara yang menggunakan vaksin tersebut justru mengalami lonjakan kasus Covid-19.

Indonesia bahkan saat ini dinyatakan sebagai episentrum baru Covid-19 di Asia, mengambil alih status India.

Peristiwa yang dialami oleh Indonesia tampaknya menjadi pelajaran bagi Malausia yang mengumumkan akan mengakhiri penggunaan vaksin Sinovac setelah pasokan habis. Sementara mereka yang baru menerima satu dosis vaksin Sinovac akan diberikan vaksin Pfizer untuk dosis kedua.

Cukup Membantu

Berdasarkan uji klinis, vaksin Covid-19 buatan Sinovac dan Sinopharm telah terbukti 50 persen hingga 79 persen efektif mencegah infeksi Covid-19 bergejala.

Meski begitu, keduanya masih sangat efektif mencegah rawat inap dan kematian akibat Covid-19. Di Brasil, vaksin Sinovac 100 persen efektif mencegah rawat inap dan kematian Covid-19, sementara di Indonesia mencapai 96 hingga 98 persen.

Ahli epidemiologi dari Universitas Hong Kong, Profesor Benjamin Cowling mengatakan, infeksi Covid-19 pada mereka yang telah divaksinasi lengkap dapat disebabkan banyak faktor. Salah satunya, berkurangnya kemanjuran seiring waktu.

Seperti banyak vaksin lainnya, sebuah studi di Thailand menunjukkan, antibodi yang dihasilkan vaksin Sinovac menurun setengahnya setiap 40 hari.

Selain itu, kemanjuran vaksin Sinovac terhadap varian Delta yang lebih menular juga lebih rendah 20 persen daripada varian asli virus corona.

"Tidak ada vaksin yang sepenuhnya efektif dalam mencegah infeksi Covid-19. Sementara vaksin China tidak 100 persen efektif, mereka masih menyelamatkan banyak nyawa," ujar Cowling, seperti dikutip BBC.

Terlanjur Dipolitisasi

Kendati begitu, persoalan dinilai pakar sudah terlanjur dipolitisasi. Negara-negara kaya sudah berebut membeli vaksin lain, sementara banyak negara Asia yang miskin akhirnya menyambut uluran tangan dari China.

"Pemikiran standar adalah bahwa 'sedikit perlindungan lebih baik daripada tidak ada perlindungan', meskipun pada saat itu data kemanjuran tidak bagus," ujar pakar China dari Universitas Nasional Singapura, Ian Chong.

Walau begitu, Chong mengatakan, keputusan Thailand dan Indonesia untuk akhirnya mengubah kebijakan vaksinasinya akan berpotensi merusak diplomasi China.

"Keputusan Thailand dan Indonesia untuk beralih ke vaksin lain berpotensi merusak citra keberhasilan, memecahkan gelembung efektivitas China, dan pada dasarnya mempertanyakan kecakapan teknis China," jelas dia.

Komentar serupa juga disampaikan oleh Kepala Jaringan Peringatan dan Respons Wabah Global Organisasi Kesehatan Dunia, Dale Fisher.

"Tetapi dengan memilih untuk mengganti vaksin, pemerintah Thailand dan Indonesia pada dasarnya mengatakan bahwa mereka prihatin dengan kegagalan vaksin," kata Fisher.

Di Thailand sendiri, banyak warga yang menyoroti keputusan pemerintah untuk menggantungkan diri pada vaksin Sinovac dan tidak fokus pada prioritas kesehatan.

"Saat ini semakin banyak orang yang menolak Sinovac, yang percaya itu tidak efektif. Ada ketidakpercayaan besar pada pemerintah Thailand, dan masalah vaksin menjadi sangat dipolitisasi," timpal Direktur Pusat Studi China di Universitas Chulalongkorn, Dr Arm Tungnirun. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA