Pasalnya pada tanggal itu, seorang ekstrimis sayap kanan Anders Behring Breivik melakukan aksi kekerasan keji dengan membunuh 77 orang. Pembunuhan itu dilakukan dalam serangkaian serangan yang berbeda.
Pada saat itu, Breivik meledakkan bom mobil di luar kantor perdana menteri di ibukota, Oslo. Serangan tersebut menewaskan delapan orang.
Kemudian pada hari yang sama, dia menuju ke pulau Utoya dengan berpakaian seperti polisi dan melakukan penembakan di kamp pemuda Partai Buruh. Aksi tersebut menyebabkan 69 orang meninggal dunia, kebanyakan dari mereka adalah remaja.
Ini merupakan aksi kekerasan terburuk yang terjadi di negara itu sejak Perang Dunia Kedua dan meninggalkan lembaran sejarah yang kelabu.
Sepuluh tahun berselang, namun luka dan duka tidak semerta-merta hilang. Pada Kamis (22/7), sejumlah warga Norwegia memperingati hari kelam tersebut. Acara peringatan itu dimulai dengan upacara peringatan di luar lokasi yang dulunya adalah kantor perdana menteri.
Pada kesempatan itu, Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg hadir di tengah penyintas dan kerabat para korban serta para pemimpin politik dan anggota keluarga kerajaan Norwegia untuk meperingati peristiwa tersebut.
“Menyakitkan untuk mengingat kembali hari kelam di bulan Juli, 10 tahun yang lalu. Hari ini, kita berduka bersama. Hari ini, kami mengingat 77 yang tidak pernah pulang,†kata Solberg dalam pidato yang disampaikan di lokasi.
“Teror 22 Juli adalah serangan terhadap demokrasi kita,†tambahnya.
Dia juga menyerukan kepada warga Norwegia untuk membangun benteng pertahanan melawan intoleransi dan ujaran kebencian, untuk empati dan toleransi.
"Jangan membiarkan kebencian berdiri tanpa lawan," tegasnya, sebagaimana dikabarkan
Al Jazeera.
Diketahui bahwa Breivik yang saat ini berusia 42 sedang menjalani hukuman selama 21 tahun yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu jika dia dianggap terus mengancam masyarakat.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: