Dalam keterangannya pada Kamis (22/7), Departemen Keuangan AS mengatakan sanksi tersebut dijatuhkan atas dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia dalam tindakan keras terhadap protes anti-pemerintah awal bulan ini.
AS menggambarkan Miera sebagai pemimpin entitas yang anggotanya terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Ini menandai langkah konkret pertama pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menerapkan tekanan pada pemerintah Kuba, di tengah seruan yang datang dari anggota parlemen AS dan komunitas Kuba-Amerika untuk menunjukkan dukungan yang lebih besar bagi protes terbesar yang menghantam pulau itu dalam beberapa dekade.
Kecepatan pemerintah AS untuk membuat sanksi baru lebih lanjut menandakan Biden sangat tidak mungkin untuk melunakkan pendekatan AS ke Kuba dalam waktu dekat setelah pendahulunya, Donald Trump, membatalkan détente (relaksasi) era Obama yang bersejarah dengan Havana.
"Ini baru permulaan," kata Biden dalam sebuah pernyataan, yang menyatakan kecaman atas "penahanan massal dan pengadilan palsu."
"Amerika Serikat akan terus memberikan sanksi kepada individu yang bertanggung jawab atas penindasan rakyat Kuba," katanya, seperti dikutip dari
Reuters, Jumat (23/7).
Menteri Luar Negeri Kuba Bruno Rodriguez, dalam sebuah pesan di Twitter, menolak sanksi tersebut, dan mengatakannya sebagai tindakan yang tidak berdasar.
Pekan lalu, ribuan warga Kuba turin ke jalan untuk melakukan protes menentang krisis ekonomi yang menyebabkan kekurangan barang-barang pokok dan pemadaman listrik. Mereka juga memprotes penanganan pemerintah terhadap pandemi virus corona dan pembatasan kebebasan sipil. Ratusan aktivis ditahan.
Pemerintah Kuba sendiri menyalahkan protes sebagian besar pada apa yang disebutnya sebagai tindakan 'kontra-revolusioner' yang dibiayai AS yang mengeksploitasi kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh sanksi yang dijatuhkan Washington.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: