Wakil Direktur Urusan AS di Kementerian Luar Negeri Kuba, Johana Tablada mengatakan, Washington telah salah menggambarkan situasi di Kuba.
AS sendiri menyebut protes nasional pada 11 Juli merupakan upaya rakyat Kuba untuk mencapai kemerdekaan mereka. Sementara aksi protes sendiri terjadi karena masalah ekonomi di tengah lonjakan kasus Covid-19.
"Stereotip yang menakut-nakuti siapa pun tidak akan pernah menginjakkan kaki di Kuba, karena kesombongan dan ketidakpedulian mereka terhadap kebenaran," ujar Tablada, seperti dikutip
Associated Press, Jumat (23/7).
“Mereka sangat tertarik untuk mengarang realitas alternatif karena kerusuhan 11 Juli tidak cukup untuk membenarkan perang yang sedang dilancarkan pada kita,†tambahnya.
Tablada mengatakan tidak ada gerakan militer AS saat ini yang ditujukan ke Kuba, tetapi ada tanda-tanda agresivitas yang ekstrem, mirip seperti intervensi di Libya dan Irak.
Pada 11 Juli, ribuan rakyat Kuba turun ke jalan-jalan, mengeluh adanya pemadaman listrik, antrean panjang di toko-toko, kekurangan pasokan barang, hingga harga yang naik.
Pemerintah Kuba menyebut krisis ekonomi juga disebabkan sanksi AS yang dijatuhkan selama pemerintahan Donald Trump.
Protes berakhir dengan aksi vandalisme, perusakan mobil patroli, pelemparan batu ke rumah sakit dan penjarahan. Ada juga penangkapan dengan kekerasan terhadap pengunjuk rasa oleh polisi.
Para pejabat belum merilis daftar tahanan, tetapi Human Rights Watch mengatakan ada sekitar 500 orang telah ditangkap.
Kolonel VÃctor Alvarez dari Kementerian Dalam Negeri mengatakan beberapa tahanan telah dibebaskan karena tidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa mereka berpartisipasi dalam protes, tetapi yang lain sedang diproses oleh sistem peradilan.
Protes 11 Juli merupakan yang terbesar selama lebih dari dua dekade.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: