Pada Kamis (22/7), Presiden Guillermo Lasso mengeluarkan perintah untuk memobilisasi semua sumber daya yang ada untuk menegakkan kembali ketertiban di penjara.
Lasso mengatakan, militer akan bertanggung jawab untuk mengontrol perimeter dan pintu masuk penjara. Sedangkan petugas polisi akan mengontrol di bagian dalam.
Dikutip dari
AFP, pihak berwenang juga telah melatih warga sipil sebagai penjaga penjara yang bertanggung jawab atas keamanan dalam ruangan.
Semua kegiatan yang dianggap berbahaya telah ditangguhkan oleh otoritas penjara. Sementara kunjungan ke luar telah dibatalkan di beberapa penjara.
Kerusuhan terjadi di penjara Guayas dan Cotopaxi.
Di Guayas, delapan tahanan tewas dan tiga polisi terluka. Di tengah kekacauan, seorang petugas polisi juga mengalami pemerkosaan.
Sementara itu di Cotopaxi, 14 tahanan tewas, satu di antaranya meninggal di rumah sakit. Lima petugas polisi ikut terluka.
Gubernur Cotopaxi Oswaldo Coronel bahkan mengatakan senjata api kaliber tinggi dan bahan peledak ikut digunakan selama kerusuhan. Akibatnya terjadi kehancuran di dalam penjara.
Beberapa tahanan Cotopaxi juga berhasil melarikan diri saat fajar. Belum diketahui berapa orang yang berhasil kabur, namun polisi menyebut telah menangkap 78 orang dari mereka.
Dua penjara tersebut juga menghadapi kerusuhan pada Februari, dalam bentrokan antara geng-geng yang bersaing merebut kendali. Ketika itu, 79 napi tewas dalam satu hari.
Selama kerusuhan, napi dipenggal dan dibakar untuk unjuk kekuatan.
Pada Mei lalu, Presiden Lasso memecat Kepala Badan Pengelola Lapas SNAI dan menggantikannya dengan kolonel tentara cadangan.
Ekuador memiliki 60 fasilitas untuk menahan 29 ribu napi. Namun dengan kepadatan tersebut, negara ini kekurangan staf penjara.
Sekitar 38 ribu tahanan diawasi oleh 1.500 penjaga, yang idealnya oleh 4.000 penjaga.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: