Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Laporan Media Tuduh Maroko Terlibat Skandal Pegasus, Menlu Bourita: Ini Bukan Jurnalisme, Tapi Fitnah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Senin, 26 Juli 2021, 14:55 WIB
Laporan Media Tuduh Maroko Terlibat Skandal Pegasus, Menlu Bourita: Ini Bukan Jurnalisme, Tapi Fitnah
Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita/Net
rmol news logo Maroko dengan sangat tegas membantah laporan sejumlah media dan organisasi internasional yang menyebutkan bahwa pihaknya terlibat dalam skandal Pegasus.

Baru-baru ini, beberapa media arus utama bersama Amnesty International dan Forbidden Stories berusaha menguak skema penggunaan spyware Pegasus buatan perusahaan Israel, NSO Group.

Dilaporkan, alat tersebut telah meretas setidaknya 50 ribu nomor telepon di berbagai negara, mayoritas miliki politisi terkemuka, aktivis HAM, pengacara, jurnalis, hingga eksekutif bisnis.

Di antara mereka yang masuk dalam daftar target adalah Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, Presiden Irak Barham Salih, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, Perdana Menteri Mesir Mostafa Madbouly, Perdana Menteri Maroko Saad-Eddine El Othmani, mantan Perdana Menteri Belgia, dan Presiden Dewan Eropa Charles Michel.

Dalam laporan media Prancis, Le Monde pada 20 Juli, nama Kerajaan Maroko ikut terseret. Intelijen negara di ujung barat laut Afrika itu dituduh ikut menggunakan Pegasus untuk meretas ponsel Macron.

Membantah tudingan tersebut, Menteri Luar Negeri Maroko Nasser Bourita menantang para media bersama Amnesty International dan Forbidden Stories untuk menujukkan bukti.

"Keadilan itu ada justru untuk memverifikasi tuduhan berdasarkan bukti material dan nyata. Beberapa orang telah memilih jalan ini. Mereka akan mengajukan bukti yang mereka miliki, atau tidak miliki," ujar Bourita, seperti dikutip MAP News, Kamis (22/7).

Bourita menyebut, tuduhan tersebut hanya gertakan palsu tanpa bukti, tidak lain merupakan fitnah dan tidak mampu mendasarkan pada fakta.

"Inilah yang tidak dilakukan oleh Forbidden Stories maupun Amnesty International, yang mendasarkan cerita mereka hanya pada spekulasi murni," ucapnya.

"Ini bukan jurnalisme. Ini sabotase besar-besaran," pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA