Awal pekan ini, Sekretaris Transportasi Grant Shapps memberikan dukungan bagi perusahaan yang mendorong vaksinasi Covid-19 bagi karyawannya.
Banyak perusahaan mengeluarkan aturan, karyawan yang tidak divaksinasi tidak dapat bekerja karena berisiko menyebarkan Covid-19.
Kampenya yang dikenal dengan
"no jab, no job" (tidak ada suntikan, tidak ada pekerjaan) itu kemudian mendapat banyak kecaman dari publik.
Asosiasi pekerja profesional Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD) dengan cepat memperingatkan bahwa vaksinasi wajib akan menjadi "gangguan" dan dapat mendiskriminasi karyawan.
CIPD menyebut, perusahaan tidak boleh secara paksa mewajibkan karyawan atau calon karyawannya untuk melakukan vaksinasi, kecuali dilandasi hukum. Tanpa itu, perusahaan akan melanggar hak karyawan.
Komentar CIPD digaungkan oleh Komisi Kesetaraan dan Hak Asasi Manusia, yang meminta perusahaan untuk tidak menerapkan kebijakan
"no jab, no job". Mereka menegaskan, perusahaan harus proporsional, tidak diskriminatif, dan mempertimbangkan karyawan yang tidak dapat divaksinasi karena alasan medis.
Sekretaris Jenderal Unison, serikat pekerja terbesar di Inggris, Christina McAnea juga berpendapat yang sama. Ia menilai, vaksin Covid-19 memang telah menyelamatkan banyak nyawa, namun bukan berarti paksaan vaksinasi dibenarkan.
"Mencapai ini (vaksinasi) membutuhkan persuasi dan dorongan, bukan paksaan dan paksaan. Memaksa orang hanya dapat menyebabkan konfrontasi yang tidak perlu di tempat kerja dan kasus hukum yang dapat berlarut-larut selama bertahun-tahun. Dan itu bukan kepentingan siapa pun," imbau McAnea.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: