Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Berisiko Tinggi, Thailand Ingatkan Warga Tidak Membeli Obat Antivirus Favipiravir Online

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Kamis, 05 Agustus 2021, 09:47 WIB
Berisiko Tinggi, Thailand Ingatkan Warga Tidak Membeli Obat Antivirus Favipiravir Online
Ilustrasi/Net
rmol news logo Thailand memperingatkan warganya agar tidak membeli obat antivirus favipiravir secara online, karena jika digunakan tanpa aturan yang tepat itu bisa berakibat fatal.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Peringatan yang disampaikan Administrasi Makanan dan Obat-obatan (FDA) tersebut menyusul maraknya pembelian obat-obatan yang seharusnya didapatkan dengan resep tersebut.

"Di tengah krisis Covid-19 yang mencengkeram negara, penjualan favipiravir online telah melonjak dan permintaan begitu tinggi sehingga orang-orang terpaksa merampok orang dari obat yang diresepkan," katanya, seperti dikutip dari Bangkok Post, Kamis (5/8).

"Mereka yang menipu orang untuk membeli favipiravir akan dituntut," kata wakil sekretaris jenderal FDA, Surachoke Tangwiwat pada hari Rabu (4/8).

Dia juga memperingatkan bahwa membeli avipiravir secara online bisa sangat berisiko.

“Penggunaan favipiravir perlu diresepkan di bawah bimbingan dokter untuk memantau hasil dan efek samping dan untuk mencegah penggunaan yang tidak tepat yang dapat menyebabkan reaksi alergi atau bahkan kematian,” kata Surachoke.

Favipiravir diklasifikasikan sebagai obat yang dikendalikan di Thailand, yang memerlukan resep dokter untuk pembelian. Namun, jika seseorang menerima perawatan medis melalui fasilitas pemerintah, mereka akan diberi resep favipiravir tanpa biaya.

Sekjen FDA juga memperingatkan bahwa orang mungkin juga mendapatkan obat palsu atau di bawah standar jika mereka membelinya online, yang kemungkinan tidak akan efektif melawan Covid-19 atau mengandung zat berbahaya.

Sementara itu, Ittaporn Kanacharoen, sekretaris jenderal Dewan Medis Thailand, mengatakan perintah FDA juga melarang distribusi obat antivirus Remdesivir ke lembaga swasta.

"Seharusnya distribusinya hanya melalui instansi pemerintah seperti Dinas Pengendalian Penyakit," katanya.

Remdesivir dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi Gilead Sciences di Amerika Serikat, dan diberikan melalui suntikan.

Obat ini banyak digunakan secara internasional untuk mengobati pasien Covid-19 dengan kondisi parah yang gejalanya resisten terhadap favipiravir. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA