Hal itu dia katakan dalam sebuah pernyataan pada akhir pekan ini (Sabtu, 7/8), selang sehari setelah pngangkatannya untuk tugas resmi tersebut.
Erywan belum mengungkapkan tanggal kunjungannya ke Myanmar. Namun dia meminta kerjasama semua pihak terkait.
"Rencana kunjungan ke Myanmar sedang dalam proses, dan yang perlu kami lakukan adalah memastikan kami siap ketika kami pergi ke sana, tidak seperti kunjungan yang saya lakukan pada bulan Juni," Erywan yang juga merupakan, Menteri Luar Negeri Kedua Brunei,seperti dikabarkan
Reuters.

Sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, dia ditugaskan untuk mengawasi bantuan kemanusiaan, mengakhiri kekerasan di Myanmar dan membuka dialog antara penguasa militer dan oposisi. Hal ini perlu dilakukan setelah kudeta militer menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi terjadi di negara itu 1 Februari lalu.
Pasca kudeta, krisis politik dan kekerasan tidak bisa dihindari, sehingga mengundang kesecamasan dari negara-negara tetangga sesama anggota ASEAN.
Erywan mengatakan, dia akan mengupayakan pembahasan yang lebih substantif, khususnya tentang penghentian kekerasan, dialog dan mediasi selama kunjungan ASEAN berikutnya ke Myanmar.
Sementara itu, pengangkatan Erywan mendapat penolakan dari kelompok masyarakat sipil Myanmar. Mereka menilai bahwa ASEAN seharusnya berkonsultasi dengan lawan junta militer dan pihak lain sebelum menunjuk utusan khusus.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: