Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Satu Asa Dalam Doa Ekumenis untuk Reunifikasi Dua Korea

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Senin, 16 Agustus 2021, 01:38 WIB
Satu Asa Dalam Doa Ekumenis untuk Reunifikasi Dua Korea
Tanggal 15 Agustus 1947 merupakan hari pembebasan semenanjung Korea dari penjajahan Jepang yang berlangsung selama 35 tahun/Net
rmol news logo Tanggal 15 Agustus 1947 merupakan hari pembebasan semenanjung Korea dari penjajahan Jepang yang berlangsung selama 35 tahun.

Momen bersejarah itu diperingati oleh sejumlah pihak, termasuk Dewan Gereja Dunia (WCC). Lembaga tersebut mengundang gereja-gereja anggotanya dan semua orang yang berkehendak baik untuk merayakan Hari Minggu Doa tahunan untuk Reunifikasi Damai Semenanjung Korea pada Minggu (15/8). Doa tersebut diadakan pada peringatan 76 tahun Hari Pembebasan di Korea Utara dan Selatan.

Penggalan Pahit Masa Lalu

Sebelum Perang Dunia Pertama dan aneksasi Jepang atas Korea tahun 1910 hingga 1945, seluruh Korea merupakan satu kesatuan yang utuh selama berabad-abad. Sayangnya, setelah Jepang menyerah pada akhir Perang Dunia Kedua pada tahun 1945, Amerika Serikat dan Uni Soviet untuk sementara membagi semenanjung Korea di sepanjang paralel ke-38.

Korea Utara dibantu oleh Uni Soviet, sedangkan Korea Selatan dibantu oleh Amerika Serikat. Upaya penyatuan kembali kedua pemerintahan gagal pada tahun 1947 menyusul ketidaksepakatan antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.

Sementara itu, dengan meningkatnya ketegangan antara dua tetangga, Korea Utara menginvasi Selatan pada 1950. Konflik 1950-1953 itu pun merenggut sekitar 4 juta jiwa dan membagi 10 juta keluarga pada dua negara berbeda. Perang pun kemudian berakhir pada 27 Juli 1953, dengan perjanjian gencatan senjata, dan bukan perjanjian damai. Karena itu, kedua tetangga secara teknis masih berperang hingga saat ini.

Maka dari itu, setiap tanggal 15 Agustus, gereja-gereja di Korea Selatan merayakan tahunan dengan doa khusus untuk perdamaian dan penyatuan kembali kedua Korea.

WCC pun telah mengundang para anggotanya di seluruh dunia untuk menerjemahkan teks doa tersebut ke dalam bahasa mereka masing-masing dan membagikannya kepada komunitas mereka.

Di Korea Selatan sendiri, doa ini disiapkan oleh Dewan Nasional Gereja-Gereja di Korea (NCCK) dan Federasi Kristen Korea (KCF). Doa ini secara tradisional dipanjatkan pada hari Minggu sebelum 15 Agustus setiap tahun.

“Kami mencintai Semenanjung Korea di mana kami berbagi tawa dan air mata kami,” kutipan doa tersebut.

"Negeri ini mengerang karena luka-luka perpecahan," sambung kutipan yang sama.

Doa itu mengakui bahwa batas-batas ideologi yang berbeda telah mendorong dua Korea jatuh ke dalam perang dan kekerasan.

“Kedalaman kebencian ada jauh di dalam diri kita, dan kekuatan yang mendorong perpecahan menghalangi langkah kita menuju perdamaian,” demikian bunyi doa tersebut.

“Kami berdoa agar luka perpecahan akan disembuhkan," sambung doa yang sama.

Doa tersebut juga meminta Tuhan untuk membantu menanam benih perdamaian dan koeksistensi.

“Bantu kami mengatasi konflik ideologi dengan kasih Kristus,” demikian bunyi doa itu.

“Kalahkan kekuatan jahat yang menghalangi jalan perdamaian," sambung kutipan doa tersebut.

Doa diakhiri dengan menggambarkan perdamaian dan reunifikasi di Semenanjung Korea bukan sebagai pilihan, tetapi sebagai panggilan yang harus dicapai oleh semua orang Korea.

“Meskipun kawat berduri pemisah telah memisahkan kita, kita ingat bahwa roh dan hati kita terhubung di dalam Tuhan," kutipan doa itu.

Gereja Korea dan Upaya Reunifikasi

Berbeda dengan Korea Selatan, kehadiran geraja Katolik di Korea Utara tidak diakui oleh Vatikan. Takhta Suci tidak mengakui Asosiasi Katolik Korea (KCA) yang dikelola oleh Korea Utara sebagai anggota sah Gereja Katolik di seluruh dunia di bawah Paus.

Mengutip Vatican News, keuskupan Katolik di Korea Utara kosong sejak penganiayaan Kristen di akhir 1940an hingga saat ini.

Di sisi lain, KCA mengklaim ada 3.000 umat Katolik di negara itu. Sementara itu, PBB memperkirakan jumlahnya hanya sekitar 800 orang. Umat Katolik Korea Selatan menyebutnya sebagai "Gereja Keheningan".

Meski begitu, hingga saat ini, rekonsiliasi antara kedua Korea merupakan hal ang menjadi dorongan utama Gereja Katolik di Korea, yang mencakup kedua negara. Dengan pemikiran ini, Konferensi Waligereja Korea (CBCK) membentuk Komisi Khusus untuk Rekonsiliasi Rakyat Korea pada tahun 1997.

Dalam hal ini, CBCK telah mengorganisir beberapa inisiatif selama bertahun-tahun, seperti Misa, novena, dan Jubilee of National Reconciliation di Chuncheon pada Juni 2000. Gereja Korea juga memberikan bantuan substansial kepada penduduk Korea Utara yang dilanda kelaparan pada 1990an dan telah melakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran di antara umat beriman tentang masalah reunifikasi.

Bukan hanya itu, Komisi Khusus untuk Rekonsiliasi Rakyat Korea juga menyelenggarakan “Hari Doa untuk Rekonsiliasi dan Persatuan Rakyat Korea” di setiap keuskupan pada tanggal 25 Juni setiap tahunnya, dengan novena sebelumnya.

Para uskup Korea selalu menganjurkan penyebab rekonsiliasi antara kedua pemerintah, terutama di saat-saat ketegangan terbesar antara Seoul dan Pyongyang.

Paus Fransiskus dan Perdamaian Korea

Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus juga vokal mendorong hadirnya perdamaian dan reunifikasi di semenanjung Korea.

Ketika dia mengunjungi Korea Selatan pada tahun 2014 untuk merayakan Hari Kaum Muda Asia di Daejeon, Paus Fransiskus mendedikasikan Misa terakhir dari kunjungannya pada tanggal 14-18 Agustus untuk perdamaian dan penyatuan kembali Korea.

“Yesus meminta kita untuk percaya bahwa pengampunan adalah pintu yang mengarah pada rekonsiliasi,” katanya dalam homilinya di Katedral Myeongdong di Seoul.

“Kalau begitu, ini adalah pesan yang saya tinggalkan untuk Anda saat saya mengakhiri kunjungan saya ke Korea. Percaya pada kuasa salib Kristus. Sambut rahmat pendamaiannya ke dalam hati Anda sendiri dan bagikan rahmat itu dengan orang lain. Saya meminta Anda untuk memberikan kesaksian yang meyakinkan tentang pesan rekonsiliasi Kristus di rumah Anda, di komunitas Anda dan di setiap tingkat kehidupan nasional," sambungnya.

Tidak sampai di situ, bahkan menjelang pertemuan bersejarah antara mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un di Singapura pada 12 Juni 2018, Paus Fransiskus juga berdoa agar KTT dapat berkontribusi pada pengembangan jalur positif untuk memastikan masa depan perdamaian di semenanjung Korea dan di seluruh dunia.

Selain itu, ketika kedua pemimpin bertemu di “zona demiliterisasi” Korea pada 30 Juni 2019, Paus Fransiskus juga berdoa agar sikap signifikan seperti itu dapat menjadi langkah lebih lanjut di sepanjang jalan perdamaian, tidak hanya di semenanjung Korea, tetapi untuk seluruh dunia. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA