Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ternyata Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Tidak Melarikan Diri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yelas-kaparino-1'>YELAS KAPARINO</a>
LAPORAN: YELAS KAPARINO
  • Selasa, 17 Agustus 2021, 00:16 WIB
Ternyata Presiden Afghanistan Ashraf Ghani Tidak Melarikan Diri
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani di ruang kerjanya di Istana Arg, Kabul./Facebook
rmol news logo Keberadaan Mohammad Ashraf Ghani masih misteri. Kabar yang sempat berkembang mengatakan bahwa dirinya melarikan diri ke negeri tetangga di utara, Tajikistan.

Sementara kabar lain mengatakan, Ashraf Ghani melarikan diri ke Uni Emirate Arab.

Berbagai laporan mengatakan Ashraf Ghani meninggalkan Afghanistan membawa uang tunai yang begitu banyak. Tidak jelas, kalau pun memang informasi itu benar, mata uang apa yang dibawanya pergi.

Namun rasanya, barangkali dalam situasi seperti ini istilah yang paling tepat untuk digunakan bukan melarikan diri, melainkan menyelamatkan diri.

Dapat dipahami apabila Ashraf Ghani membayangkan hal-hal buruk yang mungkin terjadi kepada diri dan keluarganya. Nasib Saddam Hussein mantan penguasa Irak, Hosni Mubarak mantan penguasa Mesir, atau Muammar Khadafi mantan penguasa Libya mungkin terlintas di benaknya beberapa waktu sebelum memutuskan untuk menghilang dari Afghanistan.

Saddam Hussein yang terguling dari kekuasaannya di bulan April 2003 sempat melarikan diri dan bersembunyi. Di bulan Desember 2004, ia tertangkap di kampung halamannya Tikrit.

Di bulan November pengadilan Irak menjatuhkan hukuman mati, dan Saddam Hussein dieksekusi di tiang gantung pada tanggal 30 Desember.

Seperti Saddam Hussein, Hosni Mubarak yang jatuh dari kekuasaannya pada Februari 2011 sempat diadili. Ia yang pernah begitu berkuasa dipertontonkan seperti hewan sirkus di dalam kerangkeng. Pengadilan Mesir menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup pada bulan Juni 2012.  Namun ia kemudian dibebaskan, sampai akhirnya meninggal dunia di bulan Februari 2020.

Nasib paling tragis dialami Muammar Khadafi. Ia jatuh dari kekuasannya di bulan Oktober 2011. Khadafi yang pernah begitu berkuasa di Libya berusaha melarikan diri ke kampung halamannya di kota Sirte. Namun pasukan pemberontak berhasil menangkapnya dan mengeksekusi mati Khadafi di pinggir jalan.

Video eksekusi Khadafi yang dilakukan tentara pemberontak sempat beredar luas. Begitu tragis. Oleh para pembunuhnya, ia dimakamkan di sebuah tempat yang masih dirahasiakan hingga kini.

Adapun Ashraf Ghani sesungguhnya tidak memiliki basis politik yang kuat dalam lanskap politik Afghanistan. Sebelum kembali ke Afghanistan di tahun 2002, Ashraf Ghani dikenal sebagai akademisi. Memiliki latar belakang antropologi, Ashraf Ghani dulu mengajar di Johns Hopkins University. Dia juga sempat bergabung dengan Bank Dunia.

Setelah kembali ke Afghanistan, Ashraf Ghani dipercaya Presiden Hamid Karzai ketika itu untuk menjadi Menteri Keuangan. Kedekatannya dengan Amerika Serikat sangat membantu transformasi ekonomi Afghanistan.

Di tahun 2013, Majalah Foreign Policy menempatkannya di dalam daftar 100 intelektual dunia. Di dalam daftar itu ia berada di posisi ke-50. Sementara di dalam daftar serupa yang diterbitkan Majalah Prospect, Ashraf Ghani berada di posisi kedua.

Tahun 2009, Ashraf Ghani memutuskan untuk ikut dalam pemilihan presiden, melawan mantan bosnya Hamid Karzai. Ia memperoleh suara terbanyak keempat. Setelah Hamid Karzai, Abdullah Abdullah, dan Ramazan Bashardost.

Di tahun 2014 ia kembali ikut dalam pemilihan presiden. Dalam putaran pertama, ia berada di urutan kedua, setelah Abdullah Abdullah. Karena di antara mereka tidak ada yang memperoleh suara mayoritas absolut, maka pemungutan suara memasuki babak run off atau putaran kedua. Di dalam putaran kedua ini, Ashraf Ghani menang.

Setelah dilantik sebagai presiden, ia memberikan kesempatan kepada Abdullah Abdullah untuk menjadi Kepala Eksekutif.

Di tahun 2019, Ashraf Ghani kembali memenangkan pemilihan presiden. Ini adalah pemilihan presiden yang paling problematik dalam sejarah Afghanistan pasca-Taliban.

Pilpres sempat ditunda dua kali. Awalnya direncanakan di bulan April 2019, lalu diundurkan ke bulan Juli 2019, dan akhirnya dilaksanakan di bulan September 2019.

Pilpres diikuti oleh 18 kandidat. Sementara dari sekitar 9,7 juta pemilih, hanya sekitar 1,6 juta yang memberikan suara. Di bulan Desember 2019 hasil pilpres diumumkan. Ashraf Ghani hanya memperoleh 50,6 persen suara. Adapun Abdullah Abdullah yang berasal dari Partai Koalisi Nasional mendapatkan 39,5 persen suara. Tempat ketiga diduduki pemimpin Hezb-e-Islami Afghanistan Gulbuddin Hekmatyar yang mengantongi 4 persen suara.

Fragmentasi elit dan basis dukungan yang rendah serta angka golput yang tinggi ini bisa juga dilihat sebagai tanda-tanda betapa rapuh pondasi kekuasaan Ashraf Ghani.

Sehingga tidak mustahil, ketika Taliban merengsek menuju Kabul, merebut Jalalabad, Herat dan Balkh, dan kota-kota lainnya, tidak ada pilihan bagi Ashraf Ghani selain menyelamatkan diri. Termasuk dengan cara melarikan diri. rmol news logo article 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA