Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dengan Persoalan Kohesivitas, Taliban Perlu Pertimbangkan Bentuk Negara Berbau Federal di Afghanistan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 22 Agustus 2021, 10:21 WIB
Dengan Persoalan Kohesivitas, Taliban Perlu Pertimbangkan Bentuk Negara Berbau Federal di Afghanistan
(Tengah) Pendiri Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar dan para delegasi Taliban di Doha, Qatar/Net
rmol news logo Afghanistan adalah sebuah negara yang memiliki keragaman sukubangsa. Persoalannya, karena terletak di tengah negara-negara lain yang saling berebut pengaruh dan untuk waktu yang cukup panjang kerap diperebutkan, Afghanistan memiliki persoalan dengan perasaan keterikatan atau kohesivitas.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Sehingga Afghanistan mengalami kesulitan  mempraktikkan bentuk negara unitarian atau kesatuan.

Dosen hubungan internasional di FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Teguh Santosa berpandangan, dengan kohesivitas yang rendah itu, barangkali Taliban bisa mempertimbangkan untuk mengadopsi bentuk negara federal dan memberikan hak yang cukup besar bagi setiap suku yang menguasai daerah-daerah tertentu.

"Dalam bayangan saya, kalau mereka (Taliban) mau langgeng, mau kuat, mau menyelesaikan pertanyaan dunia internasional tentang legitimasi, sharing power-nya harus ada bau-bau federalisme," kata Teguh ketika berbicara dalam diskusi yang digelar Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Aceh bertajuk "Konstelasi Global Pasca Kemenangan Taliban di Afghanistan" pada Jumat sore (20/8).

Wartawan senior yang meliput invasi Amerika Serikat (AS) ke Afghanistan pada 2001 ini menjelaskan, setiap daerah di negara Asia Selatan itu didominasi oleh suku atau etnis tertentu.

Misalnya, dari Kandahar di selatan hingga ke Jalalabad dan perbatasan Pakistan di timur merupakan wilayah yang didominasi etnis Pashtun. Wilayah utara diisi oleh mayoritas suku Uzbek, Tajik, dan Turkmen. Sedangkan di Barat, dekat perbatasan Iran, banyak keturunan Parsi dan menganut aliran Syiah.

Dengan keunikan ini, mantan Ketua bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) itu mengatakan, Afghanistan sulit mengadopsi bentuk negara unitarian.

Setelah menguasai Kabul pekan lalu, Taliban berjanji membentuk pemerintahan inklusif. Janji itu disampaikan dalam pertemuan petinggi Taliban dengan mantan Presiden Hamid Karzai, Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Abdullah Abdullah, dan pemimpin salah satu partai politik terbesar Gulbuddin Hekmatyar.

Sementara mengenai model sistem pemerintahan, Teguh menyoroti berbagai kemungkinan yang bisa diadopsi Taliban. Ia mereview beberapa model pemerintahan di negara-negara lain.

Teguh yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea mengatakan, salah satu model yang bisa digunakan seperti yang dipraktikkan Korea Utara. Atau seperti di Iran yang memiliki pemimpin spiritual.

Taliban juga bisa mengadopsi pembagian kekuasaan seperti di Lebanon, di mana tiga kelompok besar, yaitu Sunni, Syiah, dan Kristen Maronit, membagi kekuasaan untuk cabang-cabang kekuasaan presidensial, eksekutif, dan legislatif.

Hal lain yang disoroti Teguh adalah mengenai dukungan negara-negara besar yang mendapatkan manfaat dari perubahan rezim di Afghanistan ini, seperti Republik Rakyat China dan Republik Islam Pakistan.

Hal ini, sambungnya, bisa dimanfaatkan dengan baik dapat membuat pertanyaan mengenai legitimasi pemerintahan hasil kudeta ini perlahan tapi pasti berkurang dan hilang. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA