Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

G7 Dilema, Antara Memberi Pengakuan atau Sanksi untuk Taliban

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Selasa, 24 Agustus 2021, 12:34 WIB
G7 Dilema, Antara Memberi Pengakuan atau Sanksi untuk Taliban
Para pejuang Taliban/Net
rmol news logo Kelompok tujuh negara maju, G7, akhirnya bertemu untuk membahas perkembangan situasi di Afghanistan, setelah Taliban berhasil merebut kekuasaan.

Para pemimpin kelompok yang berisi Amerika Serikat (AS), Inggris, Jepang, Italia, Prancis, Jerman, dan Kanada ini dijadwalkan bertemu secara virtual pada Selasa (24/8). Pertemuan juga akan dihadiri oleh Sekretaris Jenderal NATO Jen Stoltenberg dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, seperti dilaporkan Reuters.

Pertemuan itu akan difokuskan pada keputusan apakah mereka akan mengakui secara resmi rezim Taliban atau sebaliknya, memberikan sanksi untuk kelompok itu.

"Para pemimpin G7 akan setuju berkoordinasi mengenai apakah atau kapan mengakui Taliban. Mereka (juga) akan berkomitmen untuk terus bekerjasama secara erat," ujar seorang diplomat Eropa.

Para pemimin G7 diperkirakan akan menggunakan pernyataan bersama untuk mendorong Taliban mematuhi janji dan menghormati hak-hak perempuan serta hubungan internasional.

Dutabesar Inggris untuk AS Karen Piere mengatakan, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson akan menekankan pendekatan terpadu selama pertemuan G7.

"Kami ingin memulai proses pengembangan rencana yang jelas, sehingga kami semua dapat menangani rezim baru Afghanistan dengan cara yang terpadu dan terpadu. Kami akan menilai rezim baru dengan tindakan, bukan kata-kata," kata Pierce.

Pengakuan adalah tindakan politik yang diambil oleh negara-negara berdaulat dengan konsekuensi penting, termasuk memungkinkan akses Taliban ke bantuan asing yang diandalkan oleh pemerintah Afghanistan sebelumnya.

Mantan Wakil Kepala Misi di Kedutaan AS di Kabul, Annie Pforzheimer mengatakan, pengakuan merupakan salah satu pengaruh terpenting.

"Ini akan jauh lebih kuat jika dikoordinasikan dengan baik untuk memastikan bahwa pemerintahan baru inklusif dan mengakui komitmen terhadap hak asasi manusia Afghanistan," jelasnya.

Berdasarkan perjanjian antara AS dan Taliban pada Februari 2020, Washington secara eksplisit menyatakan bahwa Taliban tidak diakui oleh AS sebagai sebuah negara.

Sementara itu, keputusan AS untuk terburu-buru menarik pasukannya hingga memicu jatuhnya Kabul pada 15 Agustus dan skema evakuasi yang kacau di Afghanistan telah memicu kritik dari sekutu. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA