Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Zimbabwe di Bawah Kendali Penuh China?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Rabu, 25 Agustus 2021, 23:43 WIB
Zimbabwe di Bawah Kendali Penuh China?
Economic Times menyoroti soal pengaruh China yang semakin meluas di China/Net
rmol news logo Sudah menjadi rahasia umum bahwa China aktif "menancapkan" pengaruh di sejumlah negara atau kawasan di dunia. Salah satunya adalah di Zimbabwe.

Seperti kebanyakan negara di Afrika, Zimbabwe juga diselimuti oleh pengaruh China dalam banyak aspek, baik politik, militer, maupun ekonomi. Tidak bisa dipungkiri bahwa China banyak membuka keran investasi dan ikut menggerakkan ekonomi di negara tersebut.

Namun agaknya pengaruh China di negara itu sudah menjadi jauh lebih besar daripada yang diperkirakan banyak pihak. Setidaknya itu yang disoroti oleh Economic Times melalui artikel berjudul "Zimbabwe under complete Chinese control: Is anyone noticing?" yang dipublikasikan pada awal pekan ini (Senin, 23/8). Zimbabwe tampaknya "tunduk" pada pengaruh China di negara itu.

Perbudakan Lokal?

Artikel itu menjelaskan, dalam beberapa kasus, kekuatan dan pengaruh China di Zimbabwe dapat dikenali dari fakta bahwa meskipun banyak kasus pelecehan yang merajalela yang dilakukan oleh majikan asal China terhadap tenaga kerja lokal, tidak ada tindakan tegas yang diambil oleh pemerintah setempat. Mereka seakan menutup mata.

Hal-hal tersebut telah memburuk sedemikian rupa, sehingga bahkan muncul kasus di mana karyawan lokal ditembak mati oleh seorang majikan China di sebuah tambang ketika para pekerja menuntut upah mereka yang sah.

Economic Times dalam artikel tersebut menjelaskan bahwa bukan hal yang mengejutkan bahwa pemilik perusahaan China tidak mengindahkan hukum Zimbabwe serta hak hukum warga negara. Bahkan tidak jarang, mereka justru mendiskriminasikan pekerja lokal dari penambang China yang sama-sama bekerja di lokasi penambangan dengan membayar mereka upah rendah, yakni sekitar 35 dolar AS per bulan.

Bukan hanya itu, terdapat juga sejumlah laporan yang menyebutkan bahwa majikan-majikan asal negeri tirai bambu itu menyerang karyawan lokal dengan memaksa mereka untuk beroperasi dalam kondisi berbahaya, tidak manusiawi, keras dan mengancam jiwa. Economic Times menyebut bahwa kondisi itu sama dengan "perbudakan".

Kabarnya, ada kondisi di mana di sebuah akomodasi perusahaan China, sebanyak 16 orang penduduk setempat ditampung dalam satu kamar. Hal ini dilakukan pada saat dunia sedang berjuang melawan pandemi Covid-19 yang menganjurkan orang untuk jaga jarak dengan orang lainnya.

Dugaan kolusi

Isu soal kondisi kerja para pekerja Zimbabwe ini bukan tidak pernah digaungkan. Satu-satunya organisasi yang berhak mengangkat suara mereka melawan kondisi semacam itu adalah Kongres Serikat Buruh Zimbabwe (ZCTU). Merea pun lantang dan aktif menyuarakan kondisi tersebut ke publik.

Apakah mereka mendapat respon?

Economic Times melaporkan bahwa para diplomat China kerap kali mencoba untuk membawa solusi damai dengan para pemimpin ZCTU. Namun sejauh ini belum ada perubahan signifikan dalam hal kondisi kerja.

Di sisi lain, para pemimpin ZCTU juga sering diperingatkan tentang konsekuensi mengerikan karena menyoroti masalah yang mempengaruhi kepentingan China di Afrika dan khususnya di Zimbabwe. Situasi semacam itu membuat ZCTU menuduh bahwa pemerintah Zimbabwe melihat masalah mereka dengan prisma China. Karena itulah, menurut ZCTU, pemerintah Zimbabwe tidak dapat mengembangkan strategi untuk kesejahteraan pekerja.

ZCTU pernah memberitahukan ke pemerintah Zimbabwe soal kasus di mana pekerja lokal telah meninggal dunia di lokasi pabrik, tetapi kematian mereka disembunyikan oleh pemilik perusahaan China untuk menghindari membayar kompensasi kepada keluarga almarhum. Namun lagi-lagi tidak ada tindak lanjut berarti dari pemerintah setempat, seperti yang mereka harapkan.

Kondisi tersebut membuat ZCTU kemudian mempertimbangkan untuk meningkatkan masalah hak-hak pekerja dan hak untuk hidup bermartabat di Zimbabwe ke tingkat internasional. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah pemerintah Zimbabwe dan pemilik pabrik atau tambang asal China benar-benar telah berkolusi mengeluarkan langkah-langkah untuk menyingkirkan pelanggaran sistematis serta "perbudakan" lokal atau tidak.

Mereka memulainya dengan kampanye di media sosial. Sekretaris jenderal ZCTU Japhet Mayo melunucurkan kampanye itu dengan menyoroti pelanggaran yang dilakukan majikan Cihna, dengan didukung oleh bukti penyiksaan dan kondisi kehidupan yang tidak manusiawi di unit manufaktur ubin keramik, pertambangan dan dalam proyek konstruksi.

Sentimen Anti-China

Di sisi lain, seiring berjalannya waktu, sentimen anti-China di Zimbabwe pun terus tumbuh karena orang-orang mulai menyadari bahwa mereka ditindas untuk melayani kepentingan China.

Seorang pemimpin tradisional di Mashonaland, Provinsi Tengah Zimbabwe, Chief Chiweshe menuduh warga negara China menjarah sumber daya mineral yang sangat besar seperti krom dan emas di Zimbabwe. Dia juga menyoroti peran kasar dan merugikan yang dimainkan oleh China dalam perjuangan pembebasan untuk Zimbabwe yang merdeka.

Chiweshe menyebut salah satu perusahaan penambangan China bahkan menghancurkan situs warisan dunia ikonik Mavuradonha yang diyakini sebagai tempat suci warga setempat, di mana leluhur dan roh mereka bersemayam. Sayangnya, semua upaya eksploitatif warga lokal ini terjadi dalam kolusi dengan Dewan Distrik Pedesaan Muzarabani. Pihak berwenang diduga menerima suap senilai minimal 5 persen dari setiap investor.

Pengaruh di Politik dan Keamanan

Terlepas dari pelanggaran dalam proyek-proyek ekonomi dan bisnis tersebut, pengaruh China juga terlihat dari cara kepemimpinan politik dan militer Zimbabwe. Economic Times bahkan menulis, "... kepemimpinn politik dan militer Zimbabwe menari mengikuti lagu-lagu China,".

Pemerintah Zimbabwe digulingkan dalam kudeta militer hanya beberapa hari setelah kunjungan mendadak kepala militer Zimbabwe ke Beijing. Bagi sebagian besar analis politik dan keamanan, ini bukan hanya kebetulan, tetapi merupakan bagian dari strategi yang dipikirkan dengan matang untuk memenuhi kebutuhan China yang lebih suka terlibat dengan rezim tegas yang mampu "menghancurkan" perbedaan pendapat dalam bentuk apapun.

Sementara itu, dalam hal melakukan kontrol atas urusan politik dan strategis, China adalah satu-satunya negara yang telah berinvestasi dalam memberikan dukungan teknis kepada aparat keamanan negara dan kepresidenan Zimbabwe secara langsung. Peran utama China adalah membangun infrastruktur di negara itu.

Namun Economic Times menyebut bahwa Beijing memulai misi untuk memproyeksikan kemampuan teknis dan kapasitas pengawasannya untuk memungkinkan pemantauan setiap sudut negara. Untuk mendapatkan otoritas penuh atas proses pertahanan dan parlemen, China membangun National Defense College dan juga membiayai Gedung Parlemen yang mencakup 650 kursi di Harare dan saat ini secara aktif terlibat dalam mengekspor teknologi Kecerdasan Buatan (AI) ke Zimbabwe.

Melalui mekanisme ini, masih kata artikel yang sama, China bertujuan untuk memiliki akses lengkap ke data warga negara Zimbabwe, militer, dan personel pemerintah. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA