Sejumlah pemimpin etnis mengaku militer telah meningkatkan serangan di wilayah-wilayah terpencil, termasuk di negara bagian Kayah, Kayin, dan Kachin.
Serangan-serangan itu memicu pertempuran sengit dengan milisi Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) yang dibentuk Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) dan tentara etnis yang mengendalikan sebagian besar wilayah terpencil.
NUG sendiri merupakan pemerintahan yang dibentuk para pejabat yang digulingkan junta, serta tokoh-tokoh pro-demokrasi.
Dari laporan
Radio Free Asia pada Rabu (25/8), mobilisasi pasukan militer tambahan oleh junta terjadi setelah NUG, bersama kelompok etnis bersenjata, menetapkan tanggal operasi untuk menggulingkan rezim militer.
Pada Selasa (24/8), bentrokan hebat terjadi di kota Loikaw, negara bagian Kayah, yang menyebabkan 7 tentara tewas dan 10 lainnya terluka.
Jurubicara Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF) yang menguasai wilayah itu, Khun Thomas mengatakan, pertempuran kemungkinan akan terus berlanjut lantaran semakin banyak unit militer yang maju.
"Di mana pun mereka berencana untuk memulai serangan, akan ada pertempuran dan orang-orang di desa-desa terdekat harus mengungsi ke tempat yang aman," ujarnya.
Thomas menyebut, ada sekitar 20 bentrokan antara militer dan pasukan koalisi Karenni pada bulan ini. Hal itu membuat sekitar 2.000 warga sipil mengungsi.
Di Kayin, pertempuran juga meningkat hamir setiap hari di kotapraja Kawkareik sejak 22 Agustus.
Bentrokan harian juga terjadi di kotapraja Tanai, negara bagian Kachin dari 21 hingga 24 Agustus.
Kekacauan di Myanmar terjadi setelah junta melakukan kudeta pada 1 Februari, dengan mengklaim kemenangan telak oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dalam pemilihan umum November 2020 adalah hasil dari kecurangan.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), menyebut, 1.016 orang meninggal dunia dan 5.937 ditangkap sejak kudeta.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: