Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perkuat Posisi Anti-Taliban, Akankah Tajikistan Menggandeng Kelompok Perlawanan Panjshir Seperti Masa Lalu?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Minggu, 29 Agustus 2021, 13:45 WIB
Perkuat Posisi Anti-Taliban, Akankah Tajikistan Menggandeng Kelompok Perlawanan Panjshir Seperti Masa Lalu?
Presiden Tajikistan Emamoli Rahmon/Net
rmol news logo Ada satu negara lain di kawasan yang memiliki posisi tegas menolak kehadiran Taliban, selain India. Negara itu adalah Tajikistan, yang suku-suku Tajiknya banyak tinggal di wilayah utara Afghanistan.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Tajikistan berbagi perbatasan terpanjang dengan Afghanistan hingga mencapai 1.357 km. Secara etnis, bahasa dan budaya, keduanya terhubung dengan penduduk Tajik.

Setelah muncul sebagai negara yang merdeka dari pecahan Uni Soviet, ratusan orang Tajik melarikan diri ke Afghanistan karena perang saudara.

Ketika Taliban mengambil alih Kabul pada tahun 1996, dan Aliansi Utara yang didominasi Tajik melakukan perlawanan yang kuat terhadapnya, mereka didukung oleh Tajikistan yang menjadi saluran pasokan dan dukungan dari Rusia, Iran dan India ke Aliansi Utara.

Ketika itu, Tajikistan menjadi fasilitator pertemuan utusan India,  Bharath Raj Muthu Kumar, dengan pemimpin Aliansi Utara, Ahmed Shah Massous.

Setelah puluhan tahun berlalu, 15 Agustus kemarin, Taliban kembali merebut Kabul. Tajikistan sendiri tampaknya masih memiliki posisi yang sama seperti dulu.

Setelah Presiden Ashraf Ghani kabur, Wakil Presiden Pertama Afghanistan Amrullah Saleh menyatakan diri sebagai presiden sementara.

Alih-alih mulai melakukan perundingan dengan Taliban, Tajikistan tampaknya mendukung pernyataan Saleh. Terlihat dari upaya Kedutaan Besar Afghanistan di Dushanbe yang mengganti foto Ghani dengan Saleh, menunjukkan adanya izin dari pihak pemerintah Tajikistan.

Tajikistan juga telah membuat ketentuan untuk melindungi 100.000 pengungsi Afghanistan setelah pengambilalihan oleh Taliban.

Menurut wartawan Sirojjidin Tolibov, sejak Taliban mengambil alih Kabul, sebagian besar orang-orang Tajikistan kecewa. Mereka juga khawatir jika kelompok-kelompok serupa akan bermunculan di Tajikistan.

Sementara para elit juga dibuat khawatir dengan kemungkinan Taliban berusaha balas dendam pada suku Tajik dan minoritas non-Pashtun lainnya di Afghanistan.

Di sisi lain, Tajikistan juga telah memperkuat keamanan di perbatasan. Sejumlah latihan militer dilakukan oleh tentara Tajikistan bersama Rusia, Uzbekistan, dan lainnya.

Mayoritas dukungan di Tajikistan sendiri ditujukan pada putra Ahmed Shah Massoud, Ahmed Massoud yang saat ini memimpin kelompok perlawanan anti-Taliban di Lembah Panjshir.

Akahkah Tajikistan kembali menggandeng kelompok perlawanan anti-Taliban seperti masa lalu?

Sejauh ini, sekitar 2.000 pemuda Tajik juga mengumumkan kesiapan mereka untuk menjadi sukarelawan militer dengan pasukan Ahmed Massoud di Panjshir.

Ketika bertemu dengan Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi, Presiden Tajikistan Emamoli Rahmon menegaskan, jika Taliban tidak memenuhi janji mereka untuk membentuk pemerintah inklusif dengan perwakilan Tajik, maka Tajikistan tidak akan memberikan pengakuan.

Menurut profesor politik di Universitas Nasional Ilmu Kehidupan dan Lingkungan Ukraina, Valentin Yakushev, retorika keras anti-Taliban dari Rahmon didasarkan pada dua lapis logika.

"Untuk konsumsi internal di Tajikistan, bahwa ia adalah Bapak Bangsa yang harus selalu kuat dan bertekad melindungi bangsa di seluruh dunia. Kedua, dalam pesan eksternal kepada orang Tajik yang ada di mana-mana, terutama Afghanistan, bahwa mereka dapat mengandalkan dukungan kerabat, rakyat, dan negara (Tajikistan)," jelasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA