Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hari Orang Hilang, Dunia Harus Ingat Korban Penghilangan Paksa China di Tibet dan Xinjiang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Kamis, 02 September 2021, 08:58 WIB
Hari Orang Hilang, Dunia Harus Ingat Korban Penghilangan Paksa China di Tibet dan Xinjiang
Uighur/Net
rmol news logo Pada akhir bulan lalu, 30 Agustus, dunia memperingati hari orang hilang atau penghilangan paksa. Momen ini digunakan kelompok hak asasi manusia (HAM) untuk mendesak dunia mengingat kembali korban penghilangan paksa oleh China.

Pusat HAM dan Demokrasi Tibet (TCHRD) yang berbasis di India menyebut, para korban penghilangan paksa China termasuk biksu dan biksuni, penulis, seniman, petani, tokoh masyarakat, mahasiswa, dan intelektual lainnya, dari komunitas Tibet dan Uighur.

TCHRD memperkirakan, ada lebih dari 50 ribu kasus di China daratan yang terkait dengan penghilangan paksa. Sementara di Tibet, setidaknya ada 40 kasus yang tercatat selama tiga tahun terakhir.

Para korban ini termasuk biksu dan biksuni, penulis, seniman, petani, tokoh masyarakat, mahasiswa, dan intelektual lainnya, dari komunitas Tibet dan Uyghur, Radio Free Asia melaporkan mengutip Pusat Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Tibet yang berbasis di India (TCHRD).

"Pada 2019, dua penduduk dari Prefektur Otonomi Tibet juga ditahan karena menolak pendidikan patriotik paksa selama menjelang peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat China," tambah TCHRD, seperti dimuat Radio Free Asia, Rabu (1/9).

Peneliti Tibet Watch, Pema Gyal mengatakan, ada banyak orang Tibet yang ditangkap oleh pemerintah China, namun keberadaan dan alasan penangkapan mereka masih belum diketahui. Hal ini terjadi lantaran adanya pembatasan komunikasi ketat yang diberlakukan oleh otoritas China di Tibet.

"Pemerintah China memaksakan kontrolnya terhadap orang Tibet melalui ancaman dan hukuman politik, sehingga orang Tibet tidak memiliki hak politik atau sipil," kata Pema Gyal.

Selain itu, TCHRD dalam laporannya juga mengatakan China telah memberlakukan strategi "pengoptimalan populasi" dengan meminimalisir populasi Uighur di Xinjiang.

Dengan strategi itu, Beijing memberlakukan kebijakan kontrol kelahiran pada orang-orang Uighur. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA