Begitu yang disampaikan oleh Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Sabtu (4/9), seperti dimuat
Reuters.
"Barat dan Amerika mengejar pembicaraan bersama dengan tekanan. Pembicaraan macam apa itu? Saya telah mengumumkan bahwa kami akan mengadakan pembicaraan tentang agenda pemerintah kami tetapi tidak dengan tekanan," tegas Raisi.
Raisi juga menekankan, upaya menghidupkan JCPOA setelah AS mengundurkan diri pada 2018 akan difokuskan oleh Iran pada pencabutan sanksi Washington kepada Teheran.
"Pembicaraan ada dalam agenda. Kami mencari negosiasi yang berorientasi pada tujuan sehingga sanksi yang tidak adil terhadap rakyat Iran dicabut dan kehidupan mereka dapat berkembang," jelas Raisi.
Setelah Iran mengadakan pilpres pada Juni, Prancis dan Jerman telah mendesak Teheran untuk kembali melakukan negosiasi dengan kekhawatiran semakin luasnya nuklir yang dikembangkan negara tersebut.
Bulan lalu, Prancis, Jerman dan Inggris menyuarakan keprihatinan tentang laporan dari pengawas nuklir PBB yang mengkonfirmasi bahwa Iran telah memproduksi logam uranium yang diperkaya hingga 20 persen kemurnian fisil untuk pertama kalinya dan mengangkat kapasitas produksi uranium yang diperkaya menjadi 60 persen.
Iran sendiri mengatakan program nuklirnya damai, dan telah memberi tahu pengawas tentang kegiatannya. Teheran juga berdalih, langkahnya untuk menjauh dari kesepakatan 2015 akan dibatalkan jika AS kembali ke kesepakatan dan mencabut sanksi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: