Hal itu dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas sebelum melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada Rabu (8/9).
Maas menyatakan keprihatinan atas komposisi pemerintahan sementara yang diumumkan pada Selasa (7/9) lantaran seluruhnya diisi oleh para pemimpin gerakan Islam dan veteran perang gerilya.
"Pengumuman pemerintahan transisi tanpa partisipasi kelompok lain dan kekerasan kemarin terhadap demonstran dan jurnalis di Kabul bukanlah sinyal yang memberikan alasan untuk optimisme," kata Maas, seperti dikutip
Reuters.
Meski begitu, Maas mengatakan pihaknya bersedia untuk terus melakukan dialog dengan Taliban dalam upaya memastikan lebih banyak orang yang dievakuasi dari Afghanistan.
Ia mengatakan, dengan situasi ini Afghanistan menghadapi krisis tiga kali lipat, termasuk kekurangan pangan karena kekeringan dan tertundanya bantuan internasional.
"Jika pemerintahan baru tidak mampu menjaga urusan negara berjalan, ada ancaman keruntuhan ekonomi setelah politik, dengan konsekuensi kemanusiaan yang lebih drastis," imbaunya.
Negara-negara Barat telah menekankan pentingnya Taliban untuk memiliki pemerintahan inklusif sesuai komitmen jika menginginkan perdamaian dan pembangunan. Sejauh ini, negara-negara Barat menyatakan tidak akan mengakui rezim baru Taliban kecuali mereka menjamin janjinya atas kebebasan dan hak asasi manusia.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: