"Sistem ini tidak bisa berlanjut, mengubah sistem berarti mengubah konstitusi melalui referendum, mungkin referendum membutuhkan persiapan logistik," ujar penasihat Saied, Walid Hajjem pada Kamis (9/9), seperti dikutip
Reuters.
Hajjem mengatakan, ini merupakan rencana presiden pada tahap akhir, dan kemungkinan akan segera diumumkan secara resmi.
Namun belum diketahui perubahan sistem politik apa yang diinginkan oleh Saied.
Pada 25 Juli, Saeid memecat perdana menteri dan menangguhkan parlemen, semua wewenang sendiri dipindahkan ke presiden. Tindakannya disebut sebagai upaya kudeta. Sejak saat itu, Saeid belum menunjuk pemerintahan baru.
Intervensi Saied telah mendorong Tunisia ke dalam krisis konstitusional, meningkatkan kekhawatiran atas masa depan sistem demokrasi yang diadopsinya setelah revolusi 2011 yang menyebabkan Arab Spring.
Banyak pihak memperkirakan Saied berencana mengalihkan Tunisia ke sistem pemerintahan presidensial yang akan mengurangi peran parlemen.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: