"Saya sangat gembiran ketika dibebaskan pada April 2020, saya pikir saya mimpi buruk itu telah berakhir," katanya, menambahkan bahwa ternyata justru itu adalah awal dari yang lebih buruk, dibandingkan saat berada di dalam penjara Evin yang terkenal di Teheran.
Mantan editor majalah bulanan Sedayu Parsi itu memposting foto penjara Evin tempat dia pernah ditahan selama 300 hari.
Setelah Kazemi dibebaskan, cabang intelijen yang ditakuti dari Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) yang kuat mengejarnya, berulang kali memanggilnya untuk memaksanya 'bekerja sama'.
Berbulan-bula ia berada dalam tekanan yang semakin lama semakin membuatnya ketakutan. Ia punya memutuskan lari dari Iran menuju Turki. Berharap ia dan istrinya bisa menemukan tempat yang lebih aman dan berupaya mencari suaka di negara ketiga.
Namun, lari ke Turki tetap membuatnya was-was. Kazemi mengatakan dia masih khawatir dia bisa menjadi sasaran badan intelijen Iran, yang diketahui mengawasi aktivis Iran di Turki. Empat hari setelah membeli kartu SIM Turki untuk ponselnya, dia menerima telepon dari mantan interogatornya.
"Saya tidak merasa aman," kata Kazemi, kepada media RFE/RL. Terutama saat ini polisi Turki banyak yang memulangkan pencari suaka Iran.
Nasib Kazemi dimulai pada November 2018. Dia ditahan dan kemudian dihukum 4 tahun penjara atas berbagai tuduhan yang katanya 'bertindak melawan keamanan nasional' dan menghina pemimpin tertinggi Iran.
Tuduhan yang tidak jelas sering diajukan terhadap intelektual dan aktivis yang ingin dibungkam oleh pihak berwenang.
Kazemi kemudian menjalin hukumannya selama dua tahun lebih cepat dari gugatan jaksa karena adanya pandemi. Bebas dari penjara Kazemi tetap dilarang melakukan kegiatan jurnalistik selama dua tahun dan larangan bepergian selama satu tahun.
Namun keluar dari penjara tidak membebaskannya dari cakar cabang intelijen IRGC yang dalam beberapa tahun terakhir telah menangkap dan menekan sejumlah jurnalis, aktivis, pencinta lingkungan, dan warga negara ganda.
“Selama saya di penjara, saya mengenal banyak tahanan politik. Saya tetap berhubungan dengan mereka setiap hari setelah saya dibebaskan. Saya kemudian menulis berita tentang mereka yang masih di dalam penjara, tentunya tanpa mencantumkan nama mereka dan juga nama saya sebagai penulis. Dari situlah kemudian mimpi buruk itu berlanjut. Saya kembali dipanggil dan ditekan oleh mereka, kata Kazemi.
Dia mengatakan para agen intelijen itu memintanya untuk memata-matai teman-teman dan kontaknya, termasuk jurnalis, aktivis politik, dan pembela hak-hak perempuan. Kazemi mengatakan dia juga diminta untuk membantu mengidentifikasi beberapa orang di balik beberapa akun Twitter anonim populer.
Ketika Kazemi menolak, agen intelijen mengancam akan membuka kasus baru terhadapnya dan mereka juga menekan istrinya, Shima Tadresi, dengan menghidupkan kembali kasus lama terhadapnya atas kritiknya terhadap pemakaian jilbab secara paksa.
Dia mengatakan banyak jurnalis yang menerima tekanan serupa kehilangan pekerjaan atau terpaksa berhenti dan mencari pekerjaan lain. Kazemi mengatakan dia mengenal jurnalis yang menjual koran dan bekerja di kafe.
Keputusan Kazemi untuk beremigrasi dari Iran menyoroti kondisi sulit yang dihadapi wartawan di negara itu.
Puluhan orang telah dipanggil, ditekan, dan dijatuhi hukuman penjara dalam beberapa tahun terakhir. Banyak yang terpaksa melarikan diri sementara mereka yang bekerja di negara itu harus tunduk pada aturan sensor yang ketat dan garis merah tidak tertulis.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: