Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Setelah Afghanistan, Fokus AS Bergeser ke Pasifik dan China?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 13 September 2021, 12:29 WIB
Setelah Afghanistan, Fokus AS Bergeser ke Pasifik dan China?
Ilustrasi/Net
rmol news logo Setelah menyelesaikan penarikannya di Afghanistan, sejumlah spekulasi muncul, bahwa kini fokus strategis Amerika akan bergeser ke wilayah Pasifik Barat dan membebaskan ruang untuk berurusan dengan China.

Spekulasi itu berkembang terutama saat Presiden AS Joe Biden dalam pidato pertamanya kepada bangsa setelah penarikan, menjelaskan bahwa negara itu perlu "meningkatkan daya saingnya" untuk memenuhi tantangan dari China.

Terbaru, Biden menghubungi Presiden China Xi Jinping tentang hubungan China-AS. Muncul dugaan, apakah ini semua sinyal pergeseran?

Kunjungan pejabat senior AS di negara-negara Asia patut diperhatikan dalam aspek diplomatik, menurut para analis.   

Dari 22 hingga 26 Agustus, Wakil Presiden AS Kamala Harris melakukan kunjungan ke Singapura dan Vietnam kurang dari sebulan setelah Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengunjungi wilayah tersebut. Pada 31 Agustus setelah tenggat waktu penarikan AS, Utusan Khusus Presiden AS untuk Iklim John Kerry mengunjungi China.

Sejumlah pengamat lainnya  meragukan spekulasi yang beredar, dan itu terungkap selama wawancara dengan media China CGTN di 5th Taihe Civilizations Forum baru-baru ini.

Para ahli mengatakan masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan apa pun, menyoroti pentingnya kerja sama antara kedua negara.

Salah satu pernyataan datang dari Li Cheng, direktur penelitian dan rekan senior di John L. Thornton China Center dalam program Kebijakan Luar Negeri di Brookings Institution.

"Apa yang dikatakan beberapa pejabat senior AS, bahkan presiden, belum tentu merupakan strategi atau kebijakan yang dipikirkan dengan matang. Itu sering kali dimotivasi oleh kebutuhan atau alasan politik domestik," kata Li.

Penarikan itu sendiri telah membuat pukulan besar bagi kekuatan, pengaruh, dan psikologi Amerika. Li memperingatkan bahwa ini akan mengarah pada peningkatan kekuatan dan pendekatan yang lebih agresif dan hawkish (cenderung menyerang) untuk urusan luar negeri, oleh para pembuat kebijakan yang ingin mencetak poin atau bahkan mengambil keputusan berisiko.

Beberapa peneliti senior di Institut Taihe menambahkan bahwa banyak keputusan di AS dibuat oleh kelompok-kelompok kepentingan, dengan mengatakan bahwa Amerika lebih mementingkan politik dalam negeri, keseimbangan kekuasaan antara kedua pihak.
 
Para ahli juga menekankan bahwa diperlukan upaya selangkah demi selangkah untuk menjalin kerja sama antara China dan AS untuk memenuhi kepentingan kedua negara dan rakyatnya.

Steve Orlins, presiden Komite Nasional Hubungan AS-China, menunjukkan beberapa aspek di mana kedua negara dapat mencapai konsensus.

Dia mencatat dimulainya kembali kerja sama ilmiah, terutama di bidang pencegahan dan pengendalian epidemi dan perubahan iklim, pembukaan kembali konsulat di Chengdu China, ibu kota Provinsi Sichuan China barat daya, dan di Houston AS, kesepakatan pengurangan tarif bilateral, dan memulai pertemuan tingkat tinggi sesegera mungkin.

“Karena ada perbedaan mendasar antara China dan Amerika Serikat, hanya dengan mengambil langkah-langkah kecil, konkret, solid, dan terkadang sepihak, kami dapat membangun kembali kepercayaan,” tegasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA