Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ilmuwan Kuba: Amerika Ngarang Soal Adanya Sindrom Havana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 14 September 2021, 09:50 WIB
Ilmuwan Kuba: Amerika <i>Ngarang</i> Soal Adanya Sindrom Havana
Ilustrasi/Net
rmol news logo Tudingan AS soal adanya penyakit misterius yang disebut 'Sindrom Havana' dibantah sejumlah ilmuwan Kuba. Mereka mengatakan tidak ada bukti ilmiah tentang klaim tersebut.

Frasa 'Sindrom Havana' kembali menjadi pembicaraan, terutama ketika penerbangan Wakil Presiden AS Kamala Harris dari Singapura ke Hanoi ditunda bulan lalu karena sakitnya dua pejabat Amerika di ibu kota Vietnam, yang diduga diserang 'penyakit misterius'.   

Dinamakan 'Sindrom Havana' setelah pertama kali ditemukan di Havana pada 2016, istilah ini mengacu pada serangkaian gejala misterius yang memengaruhi diplomat Amerika dan agen intelijen di Kuba, dan kemudian di China, Jerman, Austria, dan AS sendiri.

Politisi, peneliti, dan pakar Amerika semuanya berspekulasi bahwa gejala - yang konon termasuk sakit kepala, pusing, tinitus, gangguan pendengaran dan penglihatan, mimisan, vertigo dan kehilangan ingatan - disebabkan oleh semacam senjata sonik atau microwave.

Pada Senin (13/9) para ilmuwan Kuba membantah tudingan tersebut.

Berbicara pada konferensi pers di Havana, sebuah panel ilmuwan yang diadakan oleh pemerintah negara komunis itu menyatakan bahwa klaim persenjataan sonik rahasia tidak dapat diterima secara ilmiah, dan tidak ada bukti tentang serangan yang mereka sebutkan.

“Pers internasional terus secara intens menyebarluaskan penjelasan non-sains yang membingungkan publik dan merugikan pejabat AS yang mempercayainya,” kata Mitchell Valdés-Sosa, Direktur Jenderal Pusat Neuroscience Kuba, seperti dikutip dari RT, Selasa (14/9).

"Klaim semacam itu menghadirkan hambatan bagi mencairnya hubungan antara Kuba dan AS," tambahnya.

Sementara Akademi Ilmu Pengetahuan, Teknik, dan Kedokteran Nasional AS (NASEM) menyimpulkan pada Desember 2020 bahwa energi frekuensi radio yang diarahkan dan berdenyut adalah penjelasan paling masuk akal di balik kasus tersebut.

Tetapi laporan tersebut, yang ditugaskan oleh Departemen Luar Negeri, tidak mengesampingkan kemungkinan lain.

Salah satu kemungkinan itu adalah bahwa suara bernada tinggi yang dilaporkan beberapa penderita mendengar sebelum timbulnya gejala mereka sebenarnya berasal dari alam. Seorang peneliti di Universitas Berkeley menemukan pada tahun 2019 bahwa suaranya hampir cocok dengan kicauan jangkrik Hindia yang terus-menerus.

Departemen Luar Negeri menolak penelitian tersebut dan terus percaya bahwa diplomat di Kuba diserang. Peneliti lain, sementara itu, telah mencatat bahwa gejala 'Sindrom Havana' adalah asli, tetapi asal-usulnya tidak dapat dijelaskan. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA