Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pengamat: Taliban dan Al Qaeda Tidak Pernah Terpisah, Terorisme Tidak Dimulai atau Diakhiri dengan Tragedi 11 September

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Selasa, 14 September 2021, 15:18 WIB
Pengamat: Taliban dan Al Qaeda Tidak Pernah Terpisah, Terorisme Tidak Dimulai atau Diakhiri dengan Tragedi 11 September
Ledakan diKabul pada Desember 2021 yang diyakini dilakukan oleh Taliban/Net
rmol news logo Banyak pihak yang merasa khawatir kemenangan Taliban akan menjadikan Afghanistan kembali menjadi surga bagi kamp pelatihan teroris. Para ahli mengatakan, jika itu benar, maka hanya dalam waktu kurang dari lima tahun Eropa akan menghadapi gelombang serangan.

Sejak peristiwa 9/11, lebih dari 30 teroris Al Qaeda mendapat hukuman mati di Inggris. Terakhir, hukuman mati itu dilakukan pada Juli lalu.

Lembaga think tank  The Henry Jackson Society, mengatakan kepada The National bahwa ancaman kelompok teroris di tanah Inggris terlihat nyata. Ini karena lebih dari 260 ekstremis Al Qaeda dan ISIS berada di dalam daftar sanksi Inggris, termasuk aset yang terkait dengan mereka dibekukan.

Direktur Proyek Kontra Ekstremisme, Hans-Jakob Schindler, meyakini bahwa para ekstremis yang ada di Eropa sekarang mungkin melakukan perjalanan ke Afghanistan untuk berlatih. Setelah itu, bisa ditebak, serangan teroris dapat meningkat ketika mereka kembali ke benua itu.

Schindler yang telah bekerja di unit Dewan Keamanan PBB yang memantau ISIS dan Al Qaeda sekian tahun, mengkhawatirkan kelak Eropa berada dalam lingkaran yang mengerikan.

"Kita berada dalam situasi di mana kita akan mengambil risiko bahwa kita mengejar ekor kita sendiri," katanya kepada The National .

Setengah dari pemerintahan baru Taliban ada dalam daftar sanksi PBB. Itu menjadi catatan penting bahwa tidak mungkin mereka mendendam dan berbalik melakukan serangan saat mereka telah memiliki bekal untuk menyerang.

Schindler menyoroti peralatan perang yang ditinggalkan pasukan AS saat mereka pergi dari Afghanistan pada 31 Agustus dengan terburu-buru. Peralatan itu, walau diklaim sebagian sengaja telah dirusak oleh tentara AS sebelum pergi, sebagaian lagi yang masih berguna tentu bisa menjadi perlengkapan berlatih, dan hanya dalam waktu enak bulan mereka sudah siap melakukan serangan.

“Di media sosial kita telah melihat para ekstremis merayakan kemenangan Taliban dan sekarang Afghanistan tiba-tiba menjadi tempat yang sangat menarik bagi mereka," katanya.

10.000 orang asing pergi ke Afghanistan untuk berlatih dengan Al Qaeda pada 2001. Mungkin lima atau bahkan 10 tahun lagi, itu akan terjadi lagi. Ancaman teror di Eropa dari waktu ke waktu akan menjadi lebih serius.

Kepala eksekutif CEP, Mark Wallace, mantan duta besar AS untuk PBB untuk Manajemen dan Reformasi, menyhetakan kekhawatiran bahwa Afghanistan akan menjadi 'tempat perlindungan' bagi teroris.

“Terorisme tidak dimulai atau diakhiri dengan tragedi 11 September,” katanya.

Peristiwa baru-baru ini di Afghanistan telah memicu kekhawatiran bahwa negara itu akan sekali lagi menjadi tempat perlindungan bagi kelompok-kelompok (ekstremis), yang dapat merencanakan dan mengarahkan serangan terhadap AS dan sekutunya.

“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk memerangi teroris dan rezim yang memungkinkan atau menyembunyikan mereka.”

Mantan Penasihat Keamanan Dalam Negeri AS Frances Townsend mendesak dunia untuk tetap "waspada".

“Efek jangka panjang dari 9/11 masih berlangsung hari ini, karena pemerintah AS bekerja untuk mengekang ancaman teroris yang berasal dari dalam negeri dan internasional,” katanya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA