Kekecewaan Paris beralasan, karena dengan pakta AUKUS (Australia-UK-US), Australia diperkirakan akan membatalkan kesepakatan kontrak senilai 90 miliar dolar Australia (sekitar 937.8 triliun rupiah) dengan pembuat kapal selam Prancis, Naval Group, yang telah disepakati pada 2016.
Kontrak Naval Group secara pribadi didukung oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang menjanjikan komitmen penuh dan lengkap untuk itu baru-baru ini pada Juni, bahkan ketika Australia sudah dalam pembicaraan dengan London dan Washington.
"Keputusan menyesalkan Canberra bertentangan dengan surat dan semangat kerja sama yang berlaku antara Prancis dan Australia," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian dan Menteri Angkatan Bersenjata Florence Parly dalam tanggapan bersama atas pengumuman AUKUS, seperti dikutip dari RT, Kamis (16/9).
Bahkan Le Drian dan mantan duta besar Prancis untuk AS, Gerard Araud, kemudian mengatakan negara mereka telah "ditikam dari belakang".
"Dunia adalah hutan. Prancis baru saja diingatkan kebenaran pahit ini dengan cara AS dan Inggris menikamnya dari belakang di Australia," cuit Araud di akin Twitternya pada Kamis (16/9).
Angkatan Laut Australia saat ini mengoperasikan enam kapal selam kelas Collins, berdasarkan desain Swedia dan dibangun antara tahun 1990 dan 2003 di Port River, dekat Adelaide.
Canberra telah membuat kesepakatan dengan Naval Group pada tahun 2016 untuk selusin kapal baru, tetapi kontrak tersebut telah rusak karena serangkaian ketidaksepakatan mengenai biaya yang melonjak, perubahan desain, selip jadwal, dan keterlibatan industri lokal.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: