Di hadapan para pemimpin selama pidato di Majelis Umum PBB ke-76 pada Rabu (22/9), Presiden Kepulauan Marshall David Kabua memohon negara-negara kaya untuk bertindakan lebih tegas dalam menangani perubahan iklim.
Ia mengatakan, kegagalan negara-negara maju untuk secara efektif mengekang emisi gas rumah kaca dapat berkontribusi pada naiknya permukaan laut dan membahayakan negara-negara pulau.
"Kami tidak memiliki tempat yang lebih tinggi. Dunia tidak bisa menunda ambisi iklim lebih jauh," ujarnya, seperti dimuat
Channel News Asia.
Berdasarkan Perjanjian Paris 2015, negara-negara sepakat untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius, ambang batas yang diyakini dapat mencegah pemanasan global. Untuk itu, dunia perlu mengurangi emisi global hingga setengahnya pada 2030, dan menjadi nol bersih pada 2050.
"Perbedaan antara 1,5 derajat dan 2 derajat adalah hukuman mati untuk Maladewa," kata Presiden Maladewa Ibrahim Mohamed Solih dalam pidato di acara yang sama pada Selasa (22/9).
Presiden Guyana Irfaan Ali juga menyatakan kritik atas tindakan negara-negara yang mencemati lingkungan. Ia mengatakan, perubahan iklim akan membunuh jauh lebih banyak orang daripada pandemi Covid-19.
Dia mengatakan negara-negara pulau kecil dan negara-negara dengan garis pantai dataran rendah, seperti Guyana, akan menanggung beban penuh dari bencana yang akan datang meskipun merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terendah.
"Ini bukan hanya tidak wajar, ini tidak adil," tegasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: