Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pemanasan Global Bagai Hukuman Mati, Negara-negara Kepulauan Kecil Tuntut Aksi Nyata

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Jumat, 24 September 2021, 09:56 WIB
Pemanasan Global Bagai Hukuman Mati, Negara-negara Kepulauan Kecil Tuntut Aksi Nyata
Presiden Maladewa Ibrahim Mohamed Solih/Net
rmol news logo Pemanasan global tidak lain merupakan ancaman nyata bagi negara-negara kepulauan kecil. Bahkan bagi mereka pemanasan global tidak lain merupakan hukuman mati.

Di hadapan para pemimpin selama pidato di Majelis Umum PBB ke-76 pada Rabu (22/9), Presiden Kepulauan Marshall David Kabua memohon negara-negara kaya untuk bertindakan lebih tegas dalam menangani perubahan iklim.

Ia mengatakan, kegagalan negara-negara maju untuk secara efektif mengekang emisi gas rumah kaca dapat berkontribusi pada naiknya permukaan laut dan membahayakan negara-negara pulau.

"Kami tidak memiliki tempat yang lebih tinggi. Dunia tidak bisa menunda ambisi iklim lebih jauh," ujarnya, seperti dimuat Channel News Asia.

Berdasarkan Perjanjian Paris 2015, negara-negara sepakat untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius, ambang batas yang diyakini dapat mencegah pemanasan global. Untuk itu, dunia perlu mengurangi emisi global hingga setengahnya pada 2030, dan menjadi nol bersih pada 2050.

"Perbedaan antara 1,5 derajat dan 2 derajat adalah hukuman mati untuk Maladewa," kata Presiden Maladewa Ibrahim Mohamed Solih dalam pidato di acara yang sama pada Selasa (22/9).

Presiden Guyana Irfaan Ali juga menyatakan kritik atas tindakan negara-negara yang mencemati lingkungan. Ia mengatakan, perubahan iklim akan membunuh jauh lebih banyak orang daripada pandemi Covid-19.

Dia mengatakan negara-negara pulau kecil dan negara-negara dengan garis pantai dataran rendah, seperti Guyana, akan menanggung beban penuh dari bencana yang akan datang meskipun merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terendah.

"Ini bukan hanya tidak wajar, ini tidak adil," tegasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA