Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Perebutan Hak Asuh Anak, Pemimpin Dubai Perintahkan Retas Telepon Mantan Istri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Kamis, 07 Oktober 2021, 02:15 WIB
Perebutan Hak Asuh Anak, Pemimpin Dubai Perintahkan Retas Telepon Mantan Istri
Telepon Putri Haya binti Al Hussein pernah diretas oleh sang mantan suami/Net
rmol news logo Pemimpin Dubai Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum pernah memerintahkan agar telepon mantan istrinya dan pengacaranya untuk diretas. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upayanya melancarkan intimidasi dan ancaman yang berkelanjutan di tengah masalah perebutan hak asuh atas anak-anak mereka.

Begitu bunyi putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Inggris pada Rabu (6/10).

Putusan yang sama menyebut bahwa Al Maktoum menggunakan perangkat lunak Pegasus yang canggih, yang dikembangkan oleh perusahaan Israel NSO bagi negara-negara untuk melawan risiko keamanan nasional, untuk meretas telepon Putri Haya binti Al Hussein, yang merupakan saudara tiri Raja Yordania Abdullah II.

Di antara mereka yang menjadi sasaran peretasan adalah pengacara Haya bernama Fiona Shackleton. Dia juga merupakan anggota House of Lords Inggris yang juga mewakili pewaris takhta Inggris Pangeran Charles dalam perceraiannya dengan mendiang istri pertamanya Putri Diana.

Peretasan itu terungkap pada Agustus tahun lalu setelah Shackleton segera diberitahu oleh Cherie Blair, istri mantan perdana menteri Inggris Tony Blair, bahwa dia dan Haya telah diretas. Cherie Blair juga merupakan seorang pengacara terkemuka.

Selain peretasan, mereka yang bekerja untuk pemimpin Dubai itu juga mencoba membeli sebuah rumah di sebelah perkebunan Haya di dekat ibu kota Inggris. Langkah ini dianggap sebagai upaya intimidasi yang diputuskan pengadilan yang membuat Putri Haya merasa diburu, tidak aman, dan seperti tidak bisa bernapas lagi.

Al Maktoum menolak temuan Pengadilan Inggris itu dan mengatakan keputusan itu tidak adil dan didasarkan pada gambaran yang tidak lengkap.

“Saya selalu membantah tuduhan yang ditujukan kepada saya dan saya terus melakukannya. Hal-hal ini menyangkut operasi keamanan negara yang seharusnya,” kata Al Maktoum dalam sebuah pernyataan, seperti dimuat Al Jazeera.

“Baik Emirat Dubai maupun Uni Emirat Arab bukanlah pihak dalam proses ini dan mereka tidak berpartisipasi dalam persidangan. Oleh karena itu, temuan ini pasti didasarkan pada gambaran yang tidak lengkap," sambungnya, seperti dikabarkan Al Jazeera.

Putusan terbaru datang 19 bulan setelah pengadilan menyimpulkan Al Maktoum telah menculik dua putrinya, menganiaya mereka, dan menahan mereka di luar kehendak mereka.

"Temuan ini mewakili penyalahgunaan kepercayaan total, dan memang penyalahgunaan kekuasaan sampai batas yang signifikan," kata Hakim Andrew McFarlane, presiden Divisi Keluarga di Inggris dan Wales, dalam putusannya.

Sementara itu, Pengacara Al Maktoum menolak pendapat hakim tersebut.

“Ayahnya tidak mengetahui aktivitas seperti itu terjadi,” kata pengacaranya, David Pannick di pengadilan.

“Dia tidak mengizinkannya atau menginstruksikan, mendorong, atau dengan cara apa pun menyarankan orang lain untuk menggunakan NSO atau perangkat lunak apa pun dengan cara ini," sambungnya.

Al Maktoum yang berusia 72 tahun, dan Haya yang berusia 47 tahun diketahui telah terlibat dalam pertempuran hak asuh yang panjang, pahit, dan mahal sejak sang putri melarikan diri ke Inggris bersama dua anak mereka, yakni Jalila yang berusia 13 tahun, dan Zayed yang berusia 9 tahun.

Haya mengaku bahwa dia mengkhawatirkan keselamatannya di tengah kecurigaan yang mencuat bahwa dia berselingkuh dengan salah satu pengawalnya di Inggris. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA