Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

PM Maiga Punya Bukti Kuat Teroris di Wilayah Mali Telah Dilatih oleh Pasukan Prancis

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Sabtu, 09 Oktober 2021, 11:17 WIB
PM Maiga Punya Bukti Kuat Teroris di Wilayah Mali Telah Dilatih oleh Pasukan Prancis
Perdana Menteri Mali Choguel Kokalla Maiga/Net
rmol news logo Sebuah pernyataan yang cukup mengejutkan datang dari Perdana Menteri Mali Choguel Kokalla Maiga yang mengklaim bahwa kelompok militan di wilayah Kidal Mali utara telah dilatih oleh perwira Prancis.

Hal itu ia ungkapkan saat melakukan wawancara bersama kantor berita Rusia RIA di tengah memburuknya hubungan kedua negara belakangan ini, pada Jumat (8/10).

Ia dengan  terang-terangan menyebut bahwa Mali memiliki bukti-bukti bahwa pasukan Prancis yang ada di Mali dengan misi untuk melawan kelompok teroris, justru telah 'melatih' para militan.

“Mereka memiliki kelompok militan di sana, yang telah dilatih oleh perwira Prancis. Kami punya bukti itu. Ada ungkapan, ketika Anda mencari jarum di kamar Anda bersama seseorang yang membantu pencarian itu, justru ia berdiri di atas jarum itu. Anda tidak akan pernah menemukannya," kata perdana menteri pemerintah transisi itu, seperti dikutip dari Russian Today, Sabtu (9/10).

"Jadi inilah situasi yang terjadi sekarang di Mali, dan kami tidak mau menanggungnya,” tambahnya.

Menurut pejabat Mali, Prancis sekarang mengendalikan sebuah kantong di Kidal, yang tidak bisa diakses oleh mereka.

Maiga juga menjelaskan bahwa teroris yang sekarang beroperasi di Mali berasal dari Libya, di mana Prancis dan sekutunya telah menghancurkan negara Afrika Utara itu dalam intervensi militer naas 2011 yang dipimpin oleh NATO.

Awalnya, Bamako ingin bekerja sama dengan Paris dalam memerangi teroris dan meminta bantuan data intelijen dan dukungan udara. Namun, tidak ada yang meminta kehadirannya di darat.

"Sementara delapan tahun lalu teroris hanya hadir di bagian utara Mali, di Kidal. Saat ini, dua pertiga negara telah diduduki oleh teroris," tambahnya.

Pada 2014, Prancis meluncurkan Operasi Barkhane di wilayah tersebut, setelah bermitra dengan otoritas lokal untuk melawan dan menekan kelompok teroris, termasuk militan yang terkait dengan Al-Qaeda. Mereka juga menstabilkan situasi di negara-negara G5 Sahel (Burkina Faso, Mali, Niger, Chad dan Mauritania – semua bekas koloni Prancis).

Awal tahun ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan negaranya akan merestrukturisasi kehadiran militernya di wilayah Sahel Afrika, dan menutup pangkalannya di Mali utara. Diperkirakan langkah itu akan selesai pada awal 2022.

Dalam pertikaian diplomatik antara Bamako dan Paris, Presiden Macron telah mengatakan bahwa pemerintahan sementara Mali saat ini bukanlah sebuah pemerintahan. Dia juga mengklaim bahwa tanpa keterlibatan Prancis, negara itu akan lama dikuasai teroris.

Kementerian Luar Negeri Mali telah memanggil utusan Prancis untuk menyatakan kemarahan dan ketidaksetujuan atas pernyataan Macron, sambil mendesak pihak berwenang Prancis untuk membangun hubungan berdasarkan saling menghormati, dan fokus pada perang melawan terorisme. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA