Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Maria Ressa, Jurnalis Filipina Pemenang Nobel Perdamaian yang Tak Kenal Takut Rezim Duterte

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Senin, 11 Oktober 2021, 09:51 WIB
Maria Ressa, Jurnalis Filipina Pemenang Nobel Perdamaian yang Tak Kenal Takut Rezim Duterte
Maria Ressa/Net
rmol news logo Nama seorang jurnalis perempuan asal Filipina, Maria Ressa, ada di jajaran pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2021.

Komite Nobel Norwegia menilai Maria Ressa telah berkontribusi untuk menjaga kebebasan berekspresi, yang merupakan prasyarat bagi demokrasi dan perdamaian abadi.

"(Ia) adalah perwakilan dari semua jurnalis yang membela cita-cita ini di dunia, di mana demokrasi dan kebebasan pers menghadapi kondisi yang semakin buruk," kata komite, dalam situs resminya pada Jumat (8/10).

Maria Ressa yang saat ini berusia 58 tahun telah mengawali dunia jurnalisme sejak 1980-an. Ia dikenal berani mengungkap penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan kekerasan, dan otoritarianisme yang berkembang di negara asalnya, Filipina.

Keberanian Maria Ressa juga membawanya ke berbagai kasus hukum. Bahkan pada 2020, ia sempat dihukum atas pencemaran nama baik. Hal itu dinilai banyak pihak penuh motif politik dan menjadi hambatan bagi kebebasan pers di Filipina.

Pada 2012, ia ikut mendirikan Rappler, sebuah perusahaan media digital untuk jurnalisme investigasi, yang masih ia pimpin.

Sebagai jurnalis dan CEO Rappler, Maria Ressa telah menunjukkan dirinya sebagai pembela kebebasan berekspresi yang tak kenal takut. Rappler telah memusatkan perhatian kritis pada kampanye anti-narkoba yang kontroversial dan mematikan dari rezim Rodrigo Duterte.

Jumlah kematian begitu tinggi sehingga kampanye itu menyerupai perang yang dilancarkan terhadap penduduk Filipina itu sendiri.

Maria Ressa dan Rappler juga telah mendokumentasikan bagaimana media sosial digunakan untuk menyebarkan berita palsu, melecehkan lawan, dan memanipulasi wacana publik.

"Tanpa kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, akan sulit untuk berhasil mempromosikan persaudaraan antar bangsa, perlucutan senjata dan tatanan dunia yang lebih baik untuk berhasil di zaman kita," jelas komite. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA