Dalam konferensi persnya pada Rabu (27/10), Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, Rusia sudah lama menyuarakan kekhawatirannya terhadap keputusan Turki untuk menjual drone penyerang ke Ukraina karena
berisiko mengacaukan situasi di Ukraina timur.
"Dan itu terbukti," kata Lavrov, seperti dikutip dari The Moskow Time, Rabu.
Lavrov kemudian mengungkapkan Ukraina telah melontarkan pembelaan terkait penggunaan drone dari Turki itu.
Pihak Ukraina mengklaim bahwa tentara mereka terpaksa menggunakaan persenjataan dari Turki untuk mendesak musuh menghentikan serangannya.
"Bayraktar digunakan untuk memaksa musuh menghentikan tembakan. Setelah mereka berhenti menembak, maka tentara Ukraina pun menghentikan penyerangannya," kata seorang staf umum angkatan bersenjata Ukraina.
Pembelaan itu tidak bisa begitu saja diterima Rusia. Lavrov memerintahkan jajaran terkait untuk menyelidiki kebenarannya, mengingat ada banyak pernyataan dari pihak berwenang di Kiev.
"Mana yang benar, mana yang tidak, sangat sulit untuk mengetahui apa yang terjadi. Kami menggunakan semua sumber daya yang tersedia untuk penyelidikan dengan menghubungi perwakilan Donbass," katanya.
Pada Selasa (26/10), staf umum angkatan bersenjata Ukraina mengkonfirmasi bahwa militernya menggunakan drone Bayraktar buatan Turki di Donbass.
Ukraina telah membeli drone Turki yang canggih untuk meningkatkan militernya dan telah mencapai kesepakatan dengan Ankara senilai 69 juta dolas AS untuk memproduksi drone yang sama di sebuah pabrik yang dekat dengan ibukota Kiev.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: