Begitu yang disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Iran Ali Bagheri ketika melakukan panggilan dengan mitranya dari Uni Eropa, Enrique Mora pada Rabu (3/11).
Bagheri menekankan, Iran akan mendorong dihapuskannya sanksi yang melanggar hukum dan tidak manusiawi dalam proses negosiasi nanti.
Sementara itu, Kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Shamkhani memperingatkan Washington bahwa hasil negosiasi akan jelas jika Amerika Serikat (AS) siap memberikan beberapa jaminan.
Jurubicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Utusan Khusus AS untuk Iran Rob Malley telah ditunjuk untuk memimpin partisipasi AS selama pembicaraan 29 November.
Departemen Luar Negeri menyampaikan bahwa pihaknya yakin dapat dengan cepat mencapai kesepahaman mengenai renegosiasi untuk mematuhi JCPOA.
"AS berharap Iran siap untuk bernegosiasi dengan cepat dan dengan itikad baik juga," kata Price.
Pada 2015, Iran JCPOA dengan kelompok negara P5+1 (Amerika Serikat, China, Prancis, Rusia, Inggris, ditambah Jerman) dan Uni Eropa.
Kesepakatan itu mengharuskan Iran untuk mengurangi program nuklirnya dan cadangan uraniumnya dengan imbalan keringanan sanksi, termasuk mencabut embargo senjata lima tahun setelah adopsi kesepakatan.
Namun, AS menarik diri dari JCPOA pada 2018, dan menerapkan kebijakan garis keras terhadap Teheran. Hal itu mendorong Iran untuk mengabaikan kewajibannya berdasarkan perjanjian tersebut.
Pada April 2021, putaran pertama untuk memulihkan JCPOA dimulai. Namun perundingan ditangguhkan pada putaran keenam yang dilakukan pada 20 Juni lalu lantaran Iran yang tengah melakukan proses pemilihan presiden.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: