Partai-partai oposisi rezim merencanakan unjuk rasa di Havana dan wilayah lain yang dijadwalkan Senin (15/11), bertepatan dengan pembukaan kembali negara itu dari penutupan 20 bulan karena wabah Covid-19 serta peringatan 502 pendirian Havana.
Mulai Senin, Kuba akan mencabut sebagian besar pembatasan, baik pembatasan penerbangan, kehadiran di sekolah, transportasi, restoran, dan toko. Ia mengatakan bahwa kasus virus corona harian telah menurun drastis dalam beberapa pekan terakhir berkat program vaksinasi massal.
Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno RodrÃguez, dalam pidatonya di depan para diplomat asing baru-baru ini mengatakan bahwa pemerintah tidak akan membiarkan AS melakukan agresinya dan menentang semua upaya AS yang akan merusak perdamaian di negara itu, seperti dilaporkan media
TeleSur.
Aksi protes Senin telah dipublikasikan secara luas di media sosial, mendesak orang untuk turun ke jalan. RodrÃguez mengingatkan bahwa jejaring sosial adalah medan yang rumit.
Dia menunjukkan bahwa kampanye komunikasi ini berhubungan dengan tindakan kelompok kekerasan yang ada di Kuba maupun di luar Kuba. Lebih lanjut, ia menjelaskan bagaimana platform Facebook menoleransi ujaran kebencian, yang tidak hanya melanggar hukum internasional tetapi juga hukum AS dan apa yang disebut "kebijakan komunitas" platform tersebut.
"Selain pengetahuan dan kebenaran, ada banyak juga kebohongan dan berita palsu yang tersebar,†katanya menanggapi ramainya berita rencana aksi demonstrasi di media sosial.
Pemerintah sosialis bermaksud mencegah terulangnya protes jalanan terbesar dalam dua dekade yang terjadi pada Juli lalu, di mana ribuan orang Kuba turun ke jalan memprotes dan mencela pemerintah. Pemerintah belum mengatakan berapa banyak yang ditahan, tetapi beberapa kelompok hak asasi manusia mengatakan ratusan orang ditangkap atau hilang.
RodrÃguez mengatakan, kerusuhan menjadi salah satu penyebab sanksi ekonomi AS. Untuk rencana aksi protes Senin, ia menduga bahwa itu adalah bagian dari rencana campur tangan AS untuk menggambarkan Kuba sebagai negara gagal, sebagai pembenaran untuk meningkatkan blokade terhadap negara tersebut.
"Kami sama sekali tidak akan membiarkan agresi permanen Amerika Serikat," katanya kepada para diplomat yang hadir.
Tidak ada diplomat AS yang menghadiri pertemuan itu. Kedutaan Besar AS telah dibuka sejak 2015, tetapi operasinya berkurang tajam selama pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price dalam postingan Twitternya mengatakan, “Generasi baru bergabung dengan aktivis hak asasi manusia Kuba, memohon pemerintah mereka untuk menghormati hak asasi manusia. Pada (aksi protes) 15 November, pemerintah Kuba dapat membuat pilihan yang tepat - untuk mendengarkan rakyatnya saat mereka berbaris dengan damai agar suara mereka didengar.â€
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: