Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketegangan Abadi Turki-Yunani, Pengamat: Kerap Merasa Terancam Padahal Dia yang Mengancam, Ankara Harus Mengubah Perilakunya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 24 November 2021, 11:24 WIB
Ketegangan Abadi Turki-Yunani, Pengamat: Kerap Merasa Terancam Padahal Dia yang Mengancam, Ankara Harus Mengubah Perilakunya
Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan/Net
rmol news logo Hubungan Turki dengan Yunani agaknya sulit untuk mencapai kata 'harmonis'. Kedua negara terus menerus berada dalam situasi tegang, saling menyalahkan dan saling klaim mengenai Laut Mediternia.

Sejauh ini, Ankara tidak pernah menyembunyikan kekesalannya terhadap Athena. Ankara kerap menilai bahwa Turki yang selalu menjadi penyebab ketegangan dan ancaman.

Sebuah artikel di laman Ekathimerini menyebutkan bahwa, pertemuan September 2021 telah menyulut amarah Turki. Pada forum EU Mediterranean Summit (EUMED 9) di Athena itu, yang dihadiri oleh Yunani, Prancis, Italia, Spanyol, Portugal, Slovenia, Kroasia, Siprus dan Malta, serta Komisi Eropa melalui presidennya, Ursula von der Leyen, Turki marah dengan pernyataan dari beberapa pemimpin, serta komunike bersama yang dianggap tidak adil.

Beberapa minggu yang lalu, Turki menunjukkan bereaksi negatif terhadap kehadiran dan penggunaan kota pelabuhan utara Alexandroupoli oleh Amerika Serikat.

Kemudian pada pekan lalu, Turki kembali meradang karena Athena mendesak untuk berpartisipasi dalam konferensi tentang Libya yang diselenggarakan oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron. Dalam pertemuan itu, Macron juga  mengundang Siprus.

Turki juga memperlihatkan ketidaksukaannya terhadap pertemuan di Athena yang dihadiir oleh para menteri luar negeri Yunani, Prancis, Mesir dan Siprus.

Bagi Ankara, hanya Turki yang bisa menjamin keamanan dan perdamaian di kawasan. Sehingga apa pun yang dilakukan Yunani justru malah menyulut ketegangan, hal itu diungkapkan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki.

"Upaya Yunani untuk menyaingi Turki dalam setiap masalah, lebih memilih ketegangan daripada kerja sama dan mencoba menciptakan aliansi buatan melawan Turki, adalah upaya yang sia-sia,” katanya.

Tom Ellis dalam kolom opininya mengatakan, nampak aneh jika Ankara meyakini bahwa hanya Turki yang dapat menjamin keamanan, perdamaian, dan stabilitas di kawasan itu, jika melihat dari sikapnya selama ini.

"Dalam konteks upayanya untuk meningkatkan peran regionalnya, sesuatu yang akan dipahami oleh semua orang jika tidak menimbulkan masalah dengan hampir semua negara di kawasan itu, Turki terus-menerus mengungkapkan kekesalan, bereaksi negatif, dan berperilaku mengancam," tulis Ellis.

Ini bukan hanya provokasi retoris – dan seringkali nyata – di Laut Aegea, atau juga pelanggaran hak kedaulatan Siprus. Tegangan lain juga diciptakan Ankara seeprti dengan Mesir dan dengan Israel, penandatanganan nota ilegal dengan Tripoli yang melanggar hak kedaulatan negara ketiga, pengerahan pasukan Turki di Libya, dan operasi di Suriah.

"Jelas, bukan Yunani, Siprus, negara-negara anggota Uni Eropa Mediterania lainnya, atau negara-negara ketiga penting lainnya yang mendestabilisasi kawasan,  itu sebenarnya adalah Turki sendiri," ungkap Ellis.

Ellis menekankan, jika Ankara benar-benar ingin menjadi bagian dari solusi dan faktor penstabil di kawasan, ia tidak punya pilihan selain mengubah perilakunya.

"Ia harus meninggalkan pandangan ekspansionisnya dan mendekati negara-negara lain dalam semangat kerja sama dan hidup berdampingan secara damai, sambil menerima bahwa itu akan menjadi bagian dari kerangka kerja bersama yang diatur oleh prinsip-prinsip hukum internasional dan aturan bertetangga yang baik. Sesederhana itu." rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA