Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Melihat Lebih Dekat Alasan Mengapa Umat Islam "Tertinggal"

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/amelia-fitriani-1'>AMELIA FITRIANI</a>
LAPORAN: AMELIA FITRIANI
  • Selasa, 21 Desember 2021, 23:42 WIB
Melihat Lebih Dekat Alasan Mengapa Umat Islam "Tertinggal"
Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol DR. Muhammad Najib dalam dialog virtual RMOL/RMOL
rmol news logo Pada suatu ketika, seorang pemikir Islam dan aktivis politik ternama dalam sejarah Islam, Jamaluddin Al-Afghani pergi ke Paris dan berkata, "Di Paris, saya melihat Islam tidak dibicarakan, namun dipraktikkan di kehidupan nyata. Sementara di dunia Islam, saya melihat Islam dibicarakan namun tidak dipraktikkan di kehidupan nyata,".

Sayangnya, pernyataan tersebut masih sangat relevan dengan situasi saat ini, di mana nilai-nilai Islam banyak berkembang di Barat, namun tidak demikian dengan dunia Islam.

Begitu disampaikan oleh Duta Besar RI untuk Kerajaan Spanyol DR. Muhammad Najib dalam dialog virtual bertema "Dari Spanyol Menata Diaspora Muslim Indonesia" yang diselenggarakan oleh Kantor Berita Politik RMOL pada Selasa siang (21/12).

"Umat Islam masih jauh tertinggal, walaupun pembicaraan tentang Islam semakin hari semakin semarak. Tapi implementasinya, apalagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, masih jauh panggang dari api," jelas Najib.

Keresahan itulah yang kemudian ia tuangkan ke dalam buku "Mengapa Umat Islam Tertinggal?" yang dibuat sebanyak lima jilid.

"Buku itu saya tulis dengan ruh yang agak berbeda dengan semangat Jamaluddin Al-Afghani. Semangat saya lebih pada upaya untuk introspeksi diri dari kesalahan umat-umat Islam selama ini dan apa sebetulnya yang menyebabkan umat Islam tertinggal," urai Najib.

"Ruhnya untuk semangat introspeksi diri," tekannya.

Ia menambahkan bahwa ada salah satu contoh yang bisa diambil untuk menunjukkan bahwa umat Islam kurang melakukan muhasabah diri, sehingga kesalahan yang dilakukan terus berulang hingga saat ini.

"Contoh paling sederhana, fenomena Abdullah bin Saba'. ini adalah fenomena sejak zaman para sahabat. Kalau saya baca sejarah, ia katanya merupakan seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam dan kemudian menjadi sumber fitnah karena mengadu domba umat Islam hingga terjadi bencana pembunuhan Utsman bin 'Affan," papar Najib.

Cerita semacam ini sampai sekarang terus berulang, meski dengan bentuk yang berbeda.

"Pertanyaannya dari saya, yang banyak membaca buku sejarah, apakah sehebat itu Abdullah bin Saba'? Atau dibalik, apakah sebodoh itu para sahabat?" kata Najib.

Kalau dengan logika sederhana, sambungnya, Abdullah bin Saba' tidak begitu pandai karena ia bergerak seorang diri. Dengan logika yang sama, kata Najib, para sahabat pun tidak sebodoh itu hingga bisa diadu domba.

"Kenapa perlu introspeksi? Karena dari bacaan dan temuan saya, para sahabat waktu itu ketulusannya dalam berjuang sudah berubah, Motivasinya dalam berjuang sudah bukan lagi lillahi ta'ala, melainkan mengejar harta dan tahta," terang Najib.

"Namun harta dan tahta yang diraih untuk mereka sendiri kemudian tidak cukup, mereka ingin itu diwariskan kepada keluarganya, kepada anak-anaknya," sambungnya.

Hal semacam inilah yang kemudian diulang oleh sejarah bahkan hingga saat ini.

"Karena itu, apabila motivasi-motivasi duniawi jangka pendek yang bersifat pribadi untuk urusan keluarga ini terus dilanjutkan, tidak mungkin Islam bisa maju. Bahkan hal itu bisa mengundang bencana," ujarnya.

Oleh karena itu, semangat introspeksi diri harus dilakukan untuk memutus mata rantai bencana dalam dunia Islam.

"Inilah yang saya lihat dan rasakan sangat serius dan tidak boleh dianggap enteng," kata Najib.

"Ini panggilan moral, panggilan politik, panggilan religius keagamaan," tutupnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA