Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dubes Najib: Natal Tidak Bisa Dipandang Lewat Kacamata Fikih

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/sarah-meiliana-gunawan-1'>SARAH MEILIANA GUNAWAN</a>
LAPORAN: SARAH MEILIANA GUNAWAN
  • Kamis, 06 Januari 2022, 13:14 WIB
Dubes Najib: Natal Tidak Bisa Dipandang Lewat Kacamata Fikih
Dutabesar RI untuk Spanyol, Dr Muhammad Najib/Repro
rmol news logo Perayaan Natal sepatutnya tidak perlu menjadi persoalan, apalagi masuk ke ranah fikih dalam perspektif Islam. Jika didalami, Natal pada dasarnya adalah fenomena budaya yang tidak ada kaitannya dengan agama.

Begitu yang dikatakan oleh Dutabesar RI untuk Spanyol Dr. Muhammad Najib ketika memberikan sambutan dalam perayaan Natal KBRI Madrid, seperti diunggah dalam Youtube kedubes pada Rabu (5/1).

Lewat sambutannya, Najib menekankan ia tidak akan mengubah tradisi Natal atau kegiatan positif lain di KBRI yang telah berlangsung selama ini.

Ia juga menggunakan kesempatan tersebut untuk menyoroti pandangan sebagian umat Islam di Indonesia terhadap Natal yang kerap masih dipersoalkan.

"Tapi bagi saya, sebetulnya tidak ada masalah, tidak ada persoalan," ujarnya.

Jika dipelajari, istilah Natal berasal dari Bahasa Portugis yang berarti kelahiran. Dalam Islam, ada istilah serupa, yaitu milad atau maulid yang diambil dari Bahasa Arab.

Ia menjelaskan, selama Nabi Muhammad SAW masih hidup, bahkan pada generasi awal Islam, tidak ada peringatan milad di dalam Islam.

"Fenomena ini baru menyebar luas di kalangan dunia Islam ketika Salahuddin Al Ayyubi yang memimpin di Mesir dan Suriah, itu ingin memotivasi rakyatnya, meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW, baru kemudian dikenal maulid atau mauludan," terangnya.

Untuk itu, Najib menekankan, Natal merupakan fenomena budaya yang dipersoalkan selama memiliki manfaat, membawa kebaikan, dan meningkatkan spiritualitas.

"Jadi tidak perlu di-halal-haram-kan... Jangan semuanya diukur, kalau dalam Islam, perspektif fikih," imbuhnya.

Dijelaskan Najib, fikih merupakan masalah hukum. Sementara fenomena budaya tidak dapat dilihat dari kacamata hukum.

"Jangan fenomena seni diukur dengan fikih atau hukum. Dunia ini kan multidimensi, kita harus arif melihatnya, sehingga kita bisa menempatkan secara rasional dan proporsional. Hanya dengan seperti itu, hidup ini menjadi damai," demikian Najib. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA