Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Banyak Babi Mati di Thailand, Diduga Terpapar African Swine Fever

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Senin, 10 Januari 2022, 07:54 WIB
Banyak Babi Mati di Thailand, Diduga Terpapar African Swine Fever
Pasar Pak Nam di distrik Muang, Samut Prakan/Net
rmol news logo Kematian babi-babi di sejumlah peternakan di Thailand yang diduga akibat paparan Flu Babi Afrika (ASF) telah membuat pemerintahan begerak cepat dengan melakukan inspeksi demi mengetahui penyebab pasti kematian hewan-hewan tersebut.
Selamat Menunaikan Ibadah Puasa

Langkah ini menyusul laporan bahwa babi mini peliharaan di sebuah peternakan Bangkok ditemukan mati karena penyakit tersebut. Hal itu diketahui setelah pemiliknya melakukan tes laboratorium di Universitas Kasetsart.

Pihak berwenang Thailand telah berulang kali membantah adanya wabah demam babi Afrika di negaranya dan kerap menghubungkan sebagian besar kematian babi peternakan dengan penyakit virus lain yang disebut sindrom reproduksi dan pernapasan babi (PRRS).

Sementara Sorawit Thanito, direktur jenderal Departemen Pengembangan Peternakan, mengatakan bahwa penyakit itu saat ini memang sudah menyerang sebagian besar babi di peternakan.

“Kami telah melihat kecenderungan peningkatan wabah di banyak tempat,” katanya, seperti dikutip dari Bangkok Post, Minggu (9/1).

“Penyakit ini telah menyebabkan kerugian ekonomi yang besar bagi peternak babi meskipun penyakit tersebut tidak menular ke manusia," ujarnya.

“Jadi kami akan menerapkan langkah-langkah pamungkas untuk mencegah wabah dengan memusnahkan babi di peternakan yang berisiko sangat tinggi terhadap wabah ASF," lanjut Sorawit.

Sebagai langkah pencegahan, Sorawit menyarankan petani agar membeli babi dari sumber yang dapat dipercaya, memastikan bahwa mereka aman dari virus.

Harga daging babi yang luar biasa tinggi mendorong Kementerian Perdagangan minggu ini untuk melarang ekspor babi hidup dalam upaya untuk mempertahankan populasi babi hidup yang cukup di negara tersebut.

Sementara kelompok tani mengatakan bahwa populasi babi juga telah turun karena banyak peternak skala kecil yang meninggalkan bisnis akibat biaya pakan yang tinggi.

Sebelumnya, BioThai (Biodiversity-Sustainable Agriculture-Food Sovereignty Action Thailand) telah meminta Kementerian Perdagangan untuk meningkatkan tes untuk melihat apakah ASF benar-benar berada di balik meningkatnya kematian babi.

Mereka juga menyalahkan pemerintah karena tidak menerima kenyataan infeksi ASF di negara itu, yang menyebabkan kerugian besar di kalangan petani.

Mei lalu, Vietnam menangguhkan pengiriman babi hidup dari Thailand, dengan mengatakan pihaknya mendeteksi ASF di dalamnya. Namun, Kementerian Pertanian hingga saat ini masih berpegang pada teorinya sendiri tentang penyebab kematian tersebut.

Demam babi Afrika dalam beberapa tahun terakhir telah melanda Eropa dan Asia dan membunuh ratusan juta babi, terutama di Cina. Kehadiran penyakit ini di negara tetangga Thailand juga memicu spekulasi bahwa penyakit itu telah menyebar ke negara itu.

“Demam babi Afrika telah ditemukan di Thailand, karena kami menemukannya,” kata Nattavut Ratanavanichrojn, dekan Fakultas Kedokteran Hewan di Universitas Kasetsart di Nakhon Pathom.

"Temuan itu dikonfirmasi dalam otopsi pada babi peliharaan dari Bangkok," katanya seraya menambahkan bahwa universitas telah mengirimkan hasil otopsi ke Departemen Pengembangan Peternakan bulan lalu.

"Pemilik hewan tersebut memiliki dua babi mini lainnya di rumah yang sama yang juga mati kemudian," tambahnya.

Chaiwat Yothakol, wakil direktur jenderal Departemen Pengembangan Peternakan, mengatakan bahwa pihaknya akan menyelidiki apakah babi itu benar-benar terinfeksi penyakit tersebut.

“Sampai sekarang kami belum menemukan penyakit itu di sini,” katanya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA