Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri China Wang Yi kepada Menteri Luar Negeri Kazakhstan Mukhtar Tileuberdi dalam panggilan telepon pada Senin (10/1).
"Kekacauan baru-baru ini di Kazakhstan menunjukkan situasi di Asia Tengah masih menghadapi tantangan berat, dan sekali lagi membuktikan bahwa beberapa kekuatan eksternal tidak menginginkan perdamaian dan ketenangan di kawasan kami," lapor Kementerian Luar Negeri China, seperti dikutip
Reuters.
Wang mengatakan, China bersedia bersama-sama menentang campur tangan dan infiltrasi kekuatan asing mana pun di Kazakhstan.
Menurut para ahli, ketidakstabilan di Kazakhstan bisa mengancam impor energi dan proyek Belt and Road Initiatives (BRI) yang dimiliki China di sana. Hal itu juga bisa berpengaruh pada situasi keamanan di wilayah Xinjiang, yang berbatasan dengan Kazakhstan.
Pada Jumat (7/1), Presiden China Xi Jinping melakukan panggilan telepon dengan Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev. Xi mengatakan, China dengan tegas menentang setiap kekuatan asing yang mengganggu stabilitas Kazakhstan dan merekayasa "revolusi warna".
China dan Rusia percaya "revolusi warna" adalah pemberontakan yang dipicu oleh Amerika Serikat (AS) dan kekuatan Barat lainnya untuk mencapai perubahan rezim.
"China tidak ingin melihat perluasan pengaruh AS di Kazakhstan dan Asia Tengah sebagai akibat dari kerusuhan ini," kata profesor di Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Li Mingjiang.
Pekan lalu, kekacauan di Kazakhstan terjadi aksi protes damai yang dipicu oleh kenaikan harga gas LPG. Protes berubah menjadi kekerasan dengan bentrokan antara aparat keamanan dan pengunjuk rasa.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: