Pengambilalihan tersebut ditandatangani selama
Leaders' Retreat antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Pulau Bintan, Kepulauan Riau pada Selasa (25/1).
Dalam keterangan bersama Jokowi, Lee mengakui FIR merupakan salah satu agenda bilateral kedua negara yang sudah dibahas berdekade-dekade dan belum terselesaikan.
"Ini telah menjadi agenda bilateral kami selama beberapa dekade. Kami telah bekerja sama dan mendiskusikannya berkali-kali sebelumnya," kata Lee, seperti siaran langsung di YouTube Sekretariat Presiden.
Untuk itu, Lee menuturkan, ia dan Jokowi sepakat untuk menyelesaikan persoalan FIR selama
Leaders' Retreat keduanya pada Oktober 2019 di Singapura.
"(Kami) memutuskan sudah waktunya untuk menyelesaikan masalah bilateral yang sudah berlangsung lama ini," tambah Lee.
Sebagai tindak lanjut, Lee dan Jokowi kemudian memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Senior Keamanan Nasional Singapura Teo Chee Hean untuk membentuk satuan tugas demi menyelesaikan kesepakatan.
Lee menilai, penyelesaian perjanjian FIR antara kedua negara menunjukkan kekuatan dan kedewasaan hubungan Indonesia dan Singapura.
Ia menekankan, perjanjian FIR akan memenuhi kebutuhan penerbangan sipil kedua negara, dengan menjunjung tinggi keselamatan dan efisiensi lalu lintas udara sesuai aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Atas amanat ICAO, wilayah udara Kepulauan Riau dan Natuna telah dikelola oleh FIR Singapura sejak 1946. Namun seiring waktu, Indonesia berusaha mengambil alih kembali pengaturan FIR di wilayah tersebut.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: